Modul SMK, Akuntansi, Keislaman, Tarbiyah, Motivasi dan Inspirasi

Assalaamu ‘alaikum

Hadirin yang berbahagia
Segala syukur dan pujian hanya layak kita ungkapkan kepada Allah SWT, Tuhan yang menciptakan alam semesta dengan keseimbangan.
Hadirin yang berbahagia,
Allah SWt berfirman:
“…dan berbuat baiklah kalian sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada kalian, dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS 28:77)
Melalui firman ini, Allah SWT memberikan pelajaran berharga bahwa alam semesta ini dan termasuk kita manusia diciptakan merupakan bentuk kebaikan Allah SWT. Rahmat dan kasih sayang yang luar biasa yang diberikan Allah kepada manusia.
Mari kita cermati kehidupan kita ini, lihat dan renungkan. Udara segar di pagi hari, matahari yang bersinar menerangi bumi, makanan yang kita makan, rumah tempat tinggal, alam yang indah. Siapa yang memberikannya untuk kita?
Dialah Allah SWT. Dan semuanya Allah ciptakan dalam keseimbangan dan kesempurnaan.
Allah berfirman:
…dan Allah telah menciptakan segalanya dengan ukuran-ukuran tertentu” (QS 25:2)
Komposisi atmosfir kita, adanya air tawar dan asin, siklus kehidupan, siklus air dan lain sebagainya membuktikan adanya skenario kebaikan di balik itu semua.
Namun, dalam ayat 77 dari surat ke 28 tadi Allah juga menegaskan betapa besar bahaya dan dosa bagi pembuat kerusakan. Kerusakan pada aspek budaya, hilangnya keikhlasan, kejujuran, runtuhnya moralitas, gaya hidup hedonis, hilangnya kebersamaan, hilangnya empati, hilangnya semangat juang dan rasa malu, tumbuhnya jiwa pemboros dan rendah akal budi.
Kerusakan pada alam semesta, gaya hidup jorok, pembalakan hutan, pencemaran air, pencemaran udara, perusakan lingkungan, dan lain sebagainya.
Berbuat kerusakan, baik merusak budaya luhur maupun merusak lingkungan hidup adalah dosa besar sehingga Allah melarangnya melalui firman-Nya.
Hadirin sekalian,
Oleh sebab itu, agama merupakan salah satu pilar penting dalam upaya melakukan perbaikan dalam bentuk mewujudkan solo sebagai kota eko-budaya. Artinya, jika insan-insan Solo beriman dan bertaqwa maka ketaqwaan itu tercermin dalam indahnya kota solo, berseri tanpa korupsi. Berseri artinya solo yang sejuk, yang bersih lingkungan. Tanpa korupsi artinya solo yang bebas dari budaya yang tidak beradab. Semoga upaya mewujudkan Solo sebagai eco cultural city bermula dari niat ketaatan kepada Allah SWT sehingga kita akan bersemangat mewujudkannya karena dunia kita sejahtera di akhirat kita selamat mendapat surga. InsyaAllah.
Wassalaamu ‘alaikum

On Label: | 0 Comment

Allah SWT. telah menurunkan Risalah terakhir yang merangkum seluruh risalah nabi-nabi sebelumnya. Risalah yang bersifat “syaamilah mutakaamilah” (komprehensif dan integral). Risalah yang tidak ada satupun dimensi kehidupan kecuali ia mengaturnya secara sistemik baik secara global maupun secara spesifik.

Oleh karenanya, Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah:208)
“Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu.” (Al-Maidah:48)
Risalah Islam ini sesungguhnya “Risalah Nabawiyah” yang terakhir yang sengaja diturunkan sebagai “way of life” (cara hidup) bagi seluruh manusia. Oleh karenanya ia bicara tentang seluruh dimensi kehidupan manusia. Baik dimensi aqidah, ibadah maupun dimensi akhlak. Dan yang termasuk dalam tiga dimensi ini adalah masalah ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan. Di sini, tidak boleh ada yang melakukan dikotomi dalam ajaran Islam. Tidak ada yang mengatakan: “Islam Yes, Politik No”, dan tidak ada lagi yang mengatakan: “Dakwah Yes, Politik No”. atau mengatakan: “Yang penting adalah aqidah, yang lain nggak penting.”
Selanjutnya bagaimana kita memiliki pemahaman yang komprehensif ini dan memperjuangkannya dalam kehidupan kita. Yang akhirnya lahirlah pencerahan dan perbaikan dalam dunia ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan yang berimpact kepada kebaikan dan maslahat umat.
Tarbiyah Siyasiyah
Tarbiyah siyasiah yang bermakna pendidikan atau pembinaan politik adalah sangat urgent dipahami oleh setiap muslim. Karena pemahaman politik yang sejatinya, tidak sama dengan pemahaman selama ini dalam ilmu politik secara umum, yaitu berpolitik yang hanya dimaksudkan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Akan tetapi kita berpartisipasi dalam politik untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran ilahiah dan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Berkuasa untuk melayani umat, dan memimpin untuk memperbaiki sistem yang tidak berpihak kepada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran.
Oleh karenanya, seluruh aktivitas yang berkaitan dengan gerakan berpartai dan berpolitik, disebut dengan “Jihad Siyasi” (Perjuangan Politik). Dalam bahasa Imam Hasan Al-Banna, perjuangan ini dikatagorikan dalam marhalah “rukun amal” yang disebut “Ishlahul Hukumah” (Perbaikan Pemerintahan).
Keberhasilan dan kesuksesan berpolitik atau jihad siyasi harus berimpact kepada dimensi kehidupan yang lain. Harus berimpact kepada dunia pendidikan dan dakwah. Yang berujung kepada pencerdasan anak bangsa dan pencetakan generasi rabbani. Harus berimpact kepada dunia ekonomi dan sosial budaya. Yang berakhir kepada pemeliharaan aset-aset negara dan pendayagunaan kepada masyarakat yang lebih luas. Begitu juga mampu memelihara identitas atau jati diri bangsa yang bertumpu pada pondasi spirituil dalam aspek sosial budaya.
Seruan dan anjuran kepada umat Islam untuk kembali ke barak atau ke dunia dakwah saja dengan pemahaman yang sempit, karena alasan bahwa dunia politik adalah dunia “rawan dan beranjau”, dunia yang sarat dengan kebohongan, ketidak jujuran, khianat, gunjing-menggunjing, halal menjadi haram, haram menjadi halal, atau menyetujui demokrasi yang merupakan produk Barat, adalah sebuah seruan kemunduran dalam berdakwah. Bukankah seruan ini seperti orang yang mengatakan dulu: “Islam Yes, Politik No”. Sebuah adigium yang dulu merupakan musuh bersama umat Islam dan da’i yang mengajak kembali manusia kepada Islam secara kaffah atau komprehensif.
Dan bila ada sebagian kader yang tergelincir dan terjerumus dalam permainan sistem yang destruktif negatif, maka tugas umat, organisasi massa Islam atau organisasi politik Islam untuk menyiapkan sarana dan prasarana agar setiap yang terjun ke dunia politik tetap istiqamah dalam menjalankan amanah yang dibebankan kepadanya dan tetap menjaga integritas diri.
Baina Ad-Dakwah Was Siyasah
Apakah ada pertentangan antara dakwah dan siyasah atau politik?. Jawaban pertanyaan ini akan menyelesaikan kerisauan dan kegamangan kita dalam melakukan kerja-kerja dakwah selanjutnya yang bersinggungan dengan dunia politik dan langkah meraih kemenangan “Jihad Siyasi” dalam perhelatan pemilihan wakil-wakil rakyat dan pemimpin negeri ini.
Ayat di atas dan pengertian Islam yang didefinisikan oleh Imam Hasan Al-Banna di bawah ini adalah dalil yang menunjukkan tentang titik temunya amal da’awi dan amal siyasi dalam bingkai keislaman. Jadi tidak ada samasekali pertentangan antara dunia Dakwah dengan dunia Politik. Coba kita renungkan pernyataan Beliau dalam “Risalatut Ta’lim”:
الإسلامُ نِظَامٌ شَامِلٌ يَتَنَاوَلُ مَظَاهِرَ الحَيَاةِ جَمِيْعًا فهو دَوْلَةٌ وَوَطَنٌ أَوْ حُكَُوْمَةٌ وَأُمَّةٌ، وَهُوَ خُلُقٌ وَقَوَّةٌ أَوْ رَحْمَةٌ وَعَدَالَةٌ، وَهُوَ ثَقَافَةٌ وَقَانُوْنٌ أَوْ عِلْمٌ وَقَضَاءٌ، وَهُوَ مَادَّةٌ وَثَرْوَةٌ أَوْ كَسْبٌ وَغَِنىً، وَهُوَ جِهَادٌ وَدَعْوَةٌ أَوْ جَيْشٌ وَفِكْرَةٌ، كَمَا هُوَ عَقِيْدَةٌ صَادِقَةٌ وَعِباَدَةٌ صَحِيْحَةٌ سَوَاءٌ بِسَوَاءٍ
“Islam adalah nidzam (aturan) komprehensif yang memuat seluruh dimensi kehidupan. Ia adalah daulah dan tanah air atau pemerintahan dan ummat, ia adalah akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan. Ia adalah tsaqafah (wawasan) dan qanun (perundang-undangan) atau keilmuan dan peradilan, ia adalah materi dan kesejahteraan atau profesi dan kekayaan. Ia adalah jihad dan dakwah atau militer dan fikrah, sebagaimana ia adalah aqidah yang benar dan ibadah yang shahih ( benar).”
Dakwah yang bertujuan menyeru manusia untuk kembali kepada nilai-nilai Islam secara komprehensif bisa dilakukan oleh kader di manapun ia berada dan apapun profesinya. Apakah ia seorang ekonom, pengusaha, pendidik, teknokrat, birokrat, petani, buruh, politikus (aleg) dan eksekutif (menetri) bahkan seorang presiden sekalipun. Jadi dakwah bukan suatu yang antagonis dengan dunia politik, akan tetapi dunia politik merupakan salah satu lahan dakwah.
Semoga tulisan singkat ini mampu memberi energi baru dan gelora semangat bagi kita umat Islam untuk menguatkan persatuan dan kesatuan untuk menuju Indonesia yang lebih baik, yang diridhoi Allah swt. menuju “Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.” Allahu Akbar Walillahi alhamdu.
DIKUTIP DARI: DAKWATUNA.COM

On Label: | 0 Comment

PERTANYAAN : Saya mau tanya tentang hukum berjabat tangan dengan lawan jenis. Banyak ulama yang mengatakan kalau berjabat tangan dengan lawan jenis, terlebih itu adalah yang bukan mahramnya, hal itu dilarang. Banyak hadist juga yang menyatakan hal itu. Tapi banyak juga yang mengatakan kalau hal itu diperbolehkan asal tidak mengandung syahwat diantara keduanya. Menurut hukum Islam gimana, sih? Syukron.



JAWABAN :
A. Seputar Hukum Berjabat tangan dengan lawan jenis

Pembahasan seputar hukum berjabat tangan dengan lawan jenis memang senantiasa akan unik untuk dikaji. Selain karena memang ada ragam pandangan yang berbeda, juga karena dari sisi momentum. Seperti momentum sekitar lebaran seperti saat ini misalnya, dimana banyak yang akan bersalam-salaman dalam berbagai kesempatan halal bihalal dan silaturahmi lainnya. Secara sederhana, pembahasan ini bisa kita bagi menjadi dua bagian besar.

Pertama : berjabat tangan atau menyentuh dengan dorongan syahwat.
adalah berjabat dengan lawan jenis dengan dorongan nafsu syahwat, yang seperti ini hukumnya jelas haram kecuali kepada istri sendiri. Artinya, bersalaman dengan mahrom sekalipun seperti bibi, keponakan,anak tiri, saudara sepersusuan dengan dorongan syahwat dan taladdzud (menikmati) adalah haram, tanpa memandang usia mereka yang berjabat tangan. Dalil dalam masalah ini adalah syaddu ‘dzariah, yaitu pengharaman sebagai upaya pencegahan menuju keharaman yang sesungguhnya. Syeikh Qardhawi menyebutkan ungkapan para ulama dalam Fatwa Muashirohnya : bersentuhan kulit antara laki-laki dengan mahromnya - yang pada asalnya mubah itu - bisa berubah menjadi haram apabila disertai dengan syahwat atau dikhawatirkan terjadinya fitnah.

Kedua : berjabat tangan tanpa dorongan syahwat.

Dalam masalah ini maka jumhur ulama juga menyepakati keharamannya khususnya yang berkenaan dengan wanita secara umum, berdasarkan hadits riwayat dari Abdillah bin Amru : bahwa Rasulullah SAW tidak menjabat tangan wanita dalam bai’at (HR Ahmad). Juga ungkapan Aisyah Ra dalam “Tidak, demi Allah! Tangan beliau tidak pernah sama sekali menyentuh tangan seorang wanita pun dalam pembaiatan. Tidaklah beliau membaiat mereka kecuali hanya dengan ucapan (saja) “ (HR Bukhori dan Muslim)
Adapun secara khusus berjabatan tangan dengan wanita yang berusia tua, maka jumhur ulama selain Syafi’iyah membolehkannya karena tidak dikhawatirkan terjadi fitnah. Sedangkan ulama syafi’iyah tetap melarang secara mutlak. ( Lihat : Fiqh Islam wa Adillatuhu : Dr Wahbah Az-Zuhaili).

Hal ini didasarkan pada riwayat dari Abu Bakar r.a. Bahwa beliau pernah berjabat tangan dengan beberapa orang wanita tua, dan Abdullah bin Zubair mengambil pembantu wanita tua untuk merawatnya, maka wanita itu mengusapnya dengan tangannya dan membersihkan kepalanya dari kutu.
Begitu pula isyarat umum Al-Qur‘an saat membicarakan perempuan-perempuan tua yang sudah berhenti (dari haid dan mengandung), dan tiada gairah terhadap laki-laki, dimana mereka diberi keringanan dalam beberapa masalah pakaian yang tidak diberikan kepada yang lain:

"Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (an-Nur: 60)

Hal yang sama juga berlaku pada anak-anak kecil yang tidak mempunyai syahwat, sebagaimana juga disebutkan dalam ayat Al-Quran yang lain. Jadi, dalam masalah ini yang perlu diperhatikan adalah sisi dorongan syahwat, sisi usia, dan juga sisi kebutuhan atau kondisi yang mendesak. Artinya, jika tidak ada alasan dan kondisi yang mengharuskan, maka hendaknya hal yang demikian harus dijauhi.

Dr. Yusuf Qardhawi memang mempunyai pandangan yang sedikit berbeda dalam masalah ini, beliau cenderung membolehkan dengan syarat-syarat yang amat sangat ketat. Pandangan ini muncul dari penelitian beliau seputar hadits –hadits tentang berjabatan tangan pria dan wanita. Dalam buku Fatwa Kontemporer penelitian dan analisa sudah dituliskan dengan panjang lebar sehingga tidak perlu saya muat kembali disini. Tapi penting bagi kita untuk menyimak kesimpulan beliau diakhir pembahasannya :
Setelah memperhatikan riwayat-riwayat tersebut, maka yang mantap dalam hati saya adalah bahwa semata-mata bersentuhan kulit tidaklah haram. Apabila didapati sebab-sebab yang menjadikan percampuran (pergaulan) seperti yang terjadi antara Nabi saw. Dengan Ummu Haram dan Ummu Sulaim serta aman dari fitnah bagi kedua belah pihak, maka tidak mengapalah berjabat tangan antara laki-laki dengan perempuan ketika diperlukan, seperti ketika datang dari perjalanan jauh, seorang kerabat laki-laki berkunjung kepada kerabat wanita yang bukan mahramnya atau sebaliknya, seperti anak perempuan paman atau anak perempuan bibi baik dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, atau istri paman, dan sebagainya, lebih-lebih jika pertemuan itu setelah lama tidak berjumpa.
Dalam menutup pembahasan ini ada dua hal yang perlu saya tekankan:

Pertama:
Bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan itu hanya diperbolehkan apabila tidak disertai dengan syahwat serta aman dari fitnah. Apabila dikhawatirkan terjadi fitnah terhadap salah satunya, atau disertai syahwat dan taladzdzudz (berlezat-lezat) dari salah satunya (apa lagi keduanya; penj.) maka keharaman berjabat tangan tidak diragukan lagi.

Bahkan seandainya kedua syarat ini tidak terpenuhi - yaitu tiadanya syahwat dan aman dari fitnah - meskipun jabatan tangan itu antara seseorang dengan mahramnya seperti bibinya, saudara sesusuan, anak tirinya, ibu tirinya, mertuanya, atau lainnya, maka berjabat tangan pada kondisi seperti itu adalah haram.
Bahkan berjabat tangan dengan anak yang masih kecil pun haram hukumnya jika kedua syarat itu tidak terpenuhi.

Kedua:
Hendaklah berjabat tangan itu sebatas ada kebutuhan saja, seperti yang disebutkan dalam pertanyaan di atas, yaitu dengan kerabat atau semenda (besan) yang terjadi hubungan yang erat dan akrab diantara mereka; dan tidak baik hal ini diperluas kepada orang lain, demi membendung pintu kerusakan, menjauhi syubhat, mengambil sikap hati-hati, dan meneladani Nabi saw. - tidak ada riwayat kuat yang menyebutkan bahwa beliau pernah berjabat tangan dengan wanita lain (bukan kerabat atau tidak mempunyai hubungan yang erat).
Dan yang lebih utama bagi seorang muslim atau muslimah - yang komitmen pada agamanya - ialah tidak memulai berjabat tangan dengan lain jenis. Tetapi, apabila diajak berjabat tangan barulah ia menjabat tangannya.
Saya tetapkan keputusan ini untuk dilaksanakan oleh orang yang memerlukannya tanpa merasa telah mengabaikan agamanya, dan bagi orang yang telah mengetahui tidak usah mengingkarinya selama masih ada kemungkinan untuk berijtihad.
Wallahu a'lam bisshowab, semoga bermanfaat dan salam optimis.


On | 0 Comment


INILAH.COM, Jakarta - Berjalan sekitar 10-15 kilometer dalam sepekan bisa melindungi otak dari penyusutan saat usia tua, yang bisa menimbulkan masalah memori dan penurunan kognitif.



"Kami selalu mencari obat atau pil ajaib untuk membantu mengobati gangguan otak," kata Kirk I. Erickson, asisten profesor psikologi di University of Pittsburgh dan penulis utama studi tersebut. "Tapi sebenarnya hanya dengan berjalan teratur, dan memelihara sedikit aktivitas fisik, Anda dapat mengurangi kemungkinan terkena penyakit Alzheimer dan menyusutnya jaringan otak."

Laporan hasil penelitian yang didukung oleh US National Institute on Aging ini, dipublikasikan secara online di jurnal Neurology, edisi 13 Oktober.

Erickson dan rekan-rekannya mulai melacak aktivitas fisik dan pola kognitif (atau berpikir) hampir 300 orang dewasa pada 1989. Awalnya, semua peserta memiliki kesehatan kognitif yang baik. Mereka rata-rata berusia 78, dan sekitar dua-pertiganya adalah perempuan. Para peneliti memetakan berapa jauh setiap orang berjalan dalam seminggu.

Sembilan tahun kemudian, mereka menjalani scan MRI resolusi tinggi untuk mengukur ukuran otak. Semuanya dianggap memiliki 'kognitif normal'.

Namun empat tahun setelah itu, pengujian menunjukkan bahwa sedikitnya sepertiga peserta telah mengalami penurunan kognitif ringan atau demensia. Dengan data kesehatan kognitif, scan otak dan pola berjalan, tim peneliti menemukan fakta bahwa menjadi lebih aktif secara fisik tampaknya memiliki sedikit risiko lebih rendah untuk mengalami gangguan kognitif.

Tapi yang lebih spesifik, mereka menyimpulkan bahwa seseorang yang sering jalan, lebih banyak jaringan materi abu-abu di ujung otak yang disebut hippocampus, inferior frontal gyrus, dan area motorik tambahan - yang penting untuk kognisi.

Namun, para peneliti menekankan bahwa hubungan antara berjalan dan volume materi abu-abu tampaknya hanya berlaku untuk orang yang secara teratur berjalan dengan jarak relatif panjang, setara 10-15 kilometer per pekan. Berjalan lebih dari jarak itu tidak memiliki manfaat kognitif.

"Itu karena ukuran daerah otak kita bisa begitu besar. Jika sebaliknya, itu tidak benar," kata Erickson. "Jadi dengan tidak latihan, bisa ada kerusakan signifikan dan pembusukan dengan usia."

Namun, ia menambahkan, "apa yang kita sering cenderung anggap sebagai komponen yang tak terelakkan atau karakteristik penuaan seperti penurunan memori dan kerusakan otak, jelas tidak terelakkan. Ada banyak bukti dan penelitian menunjukkan, sulit mempertahankan jaringan otak kita dan mempertahankan ingatan dengan baik hingga usia lanjut dengan mempertahankan gaya hidup aktif dan terlibat."

Dr Steven V. Pacia, kepala neurologi di Lenox Hill Hospital di New York City, menggambarkan temuan penelitian ini 'menarik' dan 'pesan positif tidak meragukan yang dikirimkan kepada publik.'

"Reaksi pertama saya untuk studi seperti ini adalah bahwa di Amerika kita harus membuktikan kepada orang-orang bahwa hal itu baik untuk berjalan," katanya sambil tergelak.

"Tapi masuk akal bahwa menjadi aktif saat muda akan memiliki efek menguntungkan pada otak, seperti yang tidak aktif akan memiliki dampak negatif," kata Pacia. "Karena otak tinggal di lingkungan tubuh."


On Label: | 0 Comment



Sore itu, hujan turun dengan derasnya. Disertai angin yang bertiup kencang.Pepohonan bergoyang ke kiri dan ke kanan. Beberapa daunnya berguguran, rontok diterjang angin. Ku tarik gas motorku menyusuri jalan solo tawangmangu. Sambil menikmati guyuran hujan dan belaian angin yang cuku kencang ku lafazkan zikir ma'tsurat petang hari. Bismillahil ladzii laayadlurru ma'asmihi syaiun fil ardi wa lafissamaa i wahuwassami'ul 'aliim.


Ya Allah, pemilik kehidupan dan penguasa setiap jiwa. Di saat itu hp ku bergetar,,,red..red..red.. . Ku berlalu ketepian jalan. Ku buka hp..oh ternyata ada SMS..
Yooshika my love... isi pesannya.. hati2 ya mas..hujan deras,..
Senyum tersungging di bibirku....ternyata istriku.. terbayang olehku..sedang apa dia dirumah..
Ku balas SMS nya.. "Adik masak apa di rumah..?... "
" masak sop, ayam goreng sama sambel..."
Wuih... mantap..
Setelah itu ku lanjutkan perjalanan pulang..
Sampai di rumah..
"Assalaamu 'alaikum..
"wa'alaikum salam, mase...aaku kangen mase..
"Kangennya di terima..." begitu jawabku

Lalu ku ganti pakaian, wudu.. terus ..."makan dik!"
"iya"... biasanya dia langsung menemaniku makan..
"enak mas?"..tanyanya
"al hamdulillah, terima kasih ya" jawabku
Di sela-sela makan biasanya istriku banyak berkisah aktivitasnya hari ini..dari mulai bilang " mase tadi aku mencuci lho..., muridku... dll...

Aku selalu jadi pendengar setianya kalau istriku sudah berkisah..
Istriku bukan tipe orang yang suka keluar rumah apalagi ngrumpi. Dia selalu betah di dalam rumah.. Aktivitasnya cukup padat..sehingga aku harus adil padanya untuk menjadi pendengar yang baik.. toh jadi pahala dan menjadi pendengar tidak harus bayar.

Selepas makan ..ku cuci sendiri piring dan sendok dll..kebiasaan kami memang begitu.. toh laki2 tidak akan turun tahta dengan mencuci piring..

bersambung.....

On Label: , | 1 Comments


MARS RISMA BARU

Berlandaskan Alqur’an dan Sunnah
Kita Bersatu Berukhuwah Di Risma
Dengan Keikhlasan Dan Kejujuran
Mari Bekerja Berjuang Dan Berjihad 2X


REF
Bukan Mengejar Pangkat Dan Harta
Bukan Mencari Uang Dan Kekayaan
Demi Berkhidmat Kepada Bangsa
Untuk mendapat Rido Ilaahi

Teman Di Risma Kita Jadikan
Saudara Sahabat Yang Sejati
Bersatu Teguh Dan Istiqamah
Miliki Sifat Mukmin Mulia 2x


Bertolong Bantu Karena Allah
Contohi Peribadi Rasul
Berjuanglah Bersama Risma
Untuk Agama Negara Dan Bangsa

Bersama Risma Kita Berjihad
Ikuti Sunnah Rasull
Berjuanglah ....Berkorbanlah,,,,,
Semoga Amal Diterima Allah
DALAM IKATAN Risma WikaRya


On Label: | 2 Comments

“Dan Apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka katakanlah sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang memohon apabila ia memohon kepadaKu. Maka hendaklah mereka memenuhi (panggilan/perintah)Ku, dan beriman kepadaKu agar mereka mendapat petunjuk (bimbingan)”. (Al-Baqarah: 186)


Ayat ini meskipun tidak berbicara tentang Ramadhan seperti pada tiga ayat sebelumnya (Al-Baqarah: 183-185) dan satu ayat sesudahnya (Al-Baqarah: 187), namun keterkaitannya dengan Ramadhan tetap ada. Jika tidak, maka ayat ini tidak akan berada dalam rangkaian ayat-ayat puasa seperti dalam susunan mushaf. Karena setiap ayat Al-Qur’an menurut Imam Al-Biqa’I merupakan satu kesatuan (wahdatul ayat) yang memiliki korelasi antar satu ayat dengan yang lainnya, baik dengan ayat sebelumnya atau sesudahnya. Disinilah salah satu bukti kemu’jizatan Al-Qur’an.
Kedekatan Allah dengan hambaNya yang dinyatakan oleh ayat di atas lebih khusus daripada kedekatan yang dinyatakan dalam surah Qaaf ayat 16: “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” yang bersifat umum. Kedekatan Allah dengan hambaNya dalam ayat di atas merupakan kedekatan yang sinergis, kedekatan yang aplikatif, tidak kedekatan yang hampa dan kosong, karena kedekatan ini terkait erat dengan doa dan amal shalih yang berhasil ditunjukkan oleh seorang hamba di bulan Ramadhan, sehingga merupakan motifasi terbesar yang memperkuat semangat ber Ramadhan dengan baik dan totalitas.
Dalam konteks ini, korelasi ayat doa dan kedekatan Allah yang khusus dengan hambaNya dengan ayat-ayat puasa (Ayatush Shiyam) paling tidak dapat dilihat dari empat hal berikut ini: Pertama, Salah satu dari pemaknaan Ramadhan sebagai Syahrun Mubarok yang menjanjikan beragam kebaikan adalah Syahrud Du’a dalam arti bulan berdoa atau lebih jelas lagi bulan dikabulkannya doa seperti yang diisyaratkan oleh ayat ini. Karenanya Rasulullah saw sendiri menjamin dalam sabdanya: “ Bagi orang yang berpuasa doa yang tidak akan ditolak oleh Allah swt.” (HR. Ibnu Majah). Kondusifitas ruhiyah seorang hamba di bulan Ramadhan yang mencapai puncaknya merupakan barometer kedekatannya dengan Allah yang juga berarti jaminan dikabukannya setiap permohonan dengan modal kedekatan tersebut. Dalam kitab Al-Ma’arif As-Saniyyah Ibnu Qayyim menuturkan: “Jika terhimpun dalam doa seseorang kehadiran dan keskhusyuan hati, perasaan dan kondisi kejiwaan yang tunduk patuh serta ketepatan waktu yang mustajab, maka tidaklah sekali-kali doanya ditolak oleh Allah swt. Padahal di bulan Ramadhanlah kondisi dan situasi ‘ruhiyah’ yang terbaik hadir bersama dengan keta’atan dan kepatuhannya dengan perintah Allah swt.
Kedua, Ungkapan lembut Allah “ Sesungguhnya Aku dekat” merupakan komitmen Allah untuk senantiasa dekat dengan hambaNya, kapanpun dan dimanapun mereka berada. Namun kedekatan Allah dengan hambaNya lebih terasa di bulan yang penuh dengan keberkahan ini dengan indikasi yang menonjol bahwa hambaNya juga melakukan pendekatan yang lebih intens dengan berbagai amal keshalihan yang mendekatkan diri mereka lebih dekat lagi dengan Rabbnya. Padahal dalam sebuah hadits qudsi Allah memberikan jaminan: “Tidaklah hambaKu mendekat kepadaku sejengkal melainkan Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Tidaklah hambaKu mendekat kepadaKu dengan berjalan melainkan Aku akan mendekat kepadanya dengan berlari dan sebagainya”. (Muttafaqun Alaih)
Ketiga, Istijabah (falyastajibu li) yang dimaknai dengan kesiapan hamba Allah untuk menyahut dan melaksanakan setiap panggilanNya merupakan media dikabulkannya doa seseorang. Hal ini pernah dicontohkan dalam sebuah hadits Rasulullah saw yang menceritakan tiga orang yang terperangkap di dalam gua. Masing-masing dari ketiga orang tersebut menyebutkan amal shalih yang mereka lakukan sebagai media dan wasilah mereka berdoa kepada Allah. Dan ternyata Allah swt serta merta memenuhi permohonan masing-masing dari ketiga orang itu dengan ‘jaminan amal shalih yang mereka lakukan’. Padahal bulan Ramadhan adalah bulan hadirnya segala kebaikan dan berbagai jenis amal ibadah yang tidak hadir di bulan yang lain; dari ibadah puasa, tilawah Al-Qur’an, Qiyamul Lail, Zakat, infaq, Ifthorus Shoim dan beragama ibadah lainnya. Kesemuanya merupakan rangkaian yang sangat erat kaitannya dengan pengabulan doa seseorang di hadapan Allah swt. Dalam hal ini, Abu Dzar menyatakan: “Cukup doa yang sedikit jika dibarengi dengan kebaikan dan keta’atan seperti halnya garam yang sedikit cukup untuk kelezatan makanan”.
Keempat, Kata ‘la’alla secara bahasa menurut pengarang Tafsir Al-Kasyaf berasal dari kata ‘alla’ yang kemudian ditambah dengan lam di awal yang berarti ‘tarajji’ merupakan sebuah harapan yang langsung dari Zat Yang Maha memenuhi segala harapan. Logikanya, jika ada harapan maka ada semangat, apalagi yang berharap adalah Allah swt terhadap hambaNya sehingga tidak mungkin hambaNya menghampakan harapan Tuhan mereka. Karenanya rangkaian ayat-ayat puasa diawali dengan khitab untuk orang-orang yang beriman: “hai orang-orang yang beriman”. Dalam konteks ini, setiap hamba yang selalu mendekatkan diri dengan Allah tentu besar harapannya agar senantiasa mendapat bimbingan dan petunjuk Allah swt. Demikian redaksi ‘La’alla’ yang selalu mengakhiri ayat-ayat puasa termasuk ayat doa ini, menjadi korelasi tersendiri dalam bentuk keseragaman dengan ayat-ayat puasa sebelum dan sesudahnya ‘La’allakum Tattaqun, La’allakum Tasykurun, La’allahum Yarsyudun, dan La’allahum Yattaqun’.
Demikian pembacaan terhadap satu ayat yang disisipkan dalam rangkaian ayat-ayat puasa. Tentu tidak semata untuk memenuhi aspek keindahan bahasa. Namun lebih dari itu, terdapat korelasi dan hikmah yang patut diungkap untuk memperkaya pemaknaan terhadap Ramadhan yang terus akan mendatangi kita setiap tahun. Karena pemaknaan yang komprehensif terhadap ayat-ayat puasa akan turut mewarnai aktifitas Ramadhan kita yang berdampak pada peningkatan kualitas keimanan kita dari tahun ke tahun. Saatnya momentum special kedekatan Allah dengan hamba-hambaNya di bulan Ramadhan dioptimalisasikan dengan doa yang diiringi dengan amal shalih dan keta’atan kepadaNya.
________________________________________


On Label: | 0 Comment

“Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya (Dzul Qarnain) di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu”. (Al-Kahfi : 84).

Ayat di atas dan ayat anugerah kekuasaan kepada para Nabi pilihan Allah swt lainnya cukup menjadi bukti dan argumentasi yang kuat untuk menjawab mispersepsi atau miskonsepsi yang masih hadir di tengah-tengah umat bahwa kekuasaan sangat bertentangan dengan dakwah. Kekuasaan adalah simbol kediktatoran dan cermin kezaliman, sedangkan dakwah adalah cermin keteladanan dan simbol kasih sayang.
Persepsi negatif ini wajar muncul karena beberapa orang –bisa jadi mayoritas orang- yang diberi kesempatan untuk berkuasa ternyata tidak mampu memanfaatkan kekuasaan itu untuk kemaslahatan dan kesejahteraan bangsa. Malah sebaliknya, kekuasan itu dimanfaatkan untuk mempekaya diri dan justifikasi tindakan kesewenangannya.
Di sisi lain, ada sekelompok orang yang memiliki cita-cita luhur menyebarkan kemasalahatan dan kesejahteraan kepada semua pihak, namun tidak dapat merealisasikannya karena tidak memiliki alat kekuasaan (power).
Dua realitas yang menggejala di tengah umat ini tentunya tidak bisa dijadikan alasan menyalahkan kekuasaan atau memaksakan kekuasaan. Kehadiran kekuasaan dalam konteks dakwah, merupakan sunnatullah yang pernah berlaku kepada umat terdahulu, bahkan melalui manusia unggulan pilihan Allah swt, yaitu para Nabi dan hamba-hamba-Nya yang shalih.
Tentu, anugerah kekuasaan yang Allah swt berikan kepada salah seorang dari hamba-Nya yang sholeh tidak bisa dilepaskan dari misi dakwah menyebarkan ajaran Islam dan menegakkannya di tengah-tengah umat manusia.
Dzul Qarnain yang diabadikan namanya pada ayat di atas merupakan figur penguasa yang sekaligus aktifis dakwah. Ia mampu merealisasikan dakwah dan kekuasaan secara bersamaan. Bahkan dengan kekuasaan yang dimilikinya, ia mampu menghadirkan kemajuan dan kemaslahatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Al-Qur’an menyuguhkan kisah prestasi positif Dzul Qarnain dalam bidang dakwah dengan kekuasaan yang diraihnya dalam surah Al-Kahfi : 83-98.
Pengabadian kisah dakwah dan kekuasaan Dzul Qarnain oleh Al-Qur’an jelas merupakan petunjuk sekaligus jawaban bahwa sebuah dakwah akan lebih memberikan hasil yang maksimal manakala didukung oleh sarana kekuasaan. Simaklah ketegasan Dzul Qarnain dalam ayat berikut ini,
“Berkata Dzulkarnain: “Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami.” (Al-Kahfi: 87-88).
Pernyataan yang demikian tegas ini tentunya tidak akan terlontar kecuali dari seorang penguasa. Dalam hadits Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar, Rasulullah saw malah mengawali perubahan kemunkaran itu dengan “biyadihi” yaitu kekuasaan dan kekuatan, barulah langkah di bawah berikutnya dengan lisan dan dengan doa, meskipun termasuk tanda iman yang lemah.
Pada realitasnya, dengan kekuatan dan kekuasaan yang Allah swt anugerahkan, justru memudahkan Dzul Qarnain untuk melakukan ekspansi dakwah ke seluruh penjuru bumi dari belahan timur hingga ke belahan barat, sekaligus mendapatkan ketaatan umat manusia, yang selanjutkan ia manfaatkan untuk melancarkan program pemberdayaan, pembangunan dan penyejahteraan. Bahkan dengan kekuasaannya yang besar, memudahkannya untuk merealisasikan apapun nantinya yang dapat memajukan dan mensejahterakan kehidupan bersama.
Bukti lain dari Dzul Qarnain yang disebutkan kisahnya dalam surah Al-Kahfi, bahwa ia bukan sekedar penguasa biasa. Ia sekaligus seorang hamba Allah yang sholeh yang tak kenal lelah melakukan safari dakwah untuk mensosialisasikan ajaran Allah.
Allah swt menggambarkan jaulah dakwahnya yang cukup padat ke berbagai penjuru dunia yang tidak bisa dicapai oleh orang lain, “Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu, demikianlah. dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya. (Al-Kahfi: 89-91).
Dalam konteks kekuasaan sebagai bagian dari sarana dakwah Islam, nabi Yusuf as sangat layak untuk dijadikan contoh nyata bahwa kekuasaan yang dimiliki seorang da’i akan memuluskan kerja dan tujuan dakwah. Al-Qur’an menyebutkan permintaan Nabi Yusuf as kepada raja Mesir, “Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.” (Yusuf : 55).
Permintaan ini disampaikan manakala raja menawarkan jabatan kepadanya, “Dan raja berkata: “Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku.” Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami.” (Yusuf : 54).
Peluang dan kesempatan yang terbuka di depannya tidak disia-siakan lagi oleh Nabi Yusuf as demi kepentingan dakwah.
Ayat meminta jabatan oleh nabi Yusuf as di sini harus difahami dari sudut pandang yang positif bahwa sesungguhnya Nabi Yusuf as tidak meminta jabatan melainkan yang diyakininya dapat mengatasi krisis di masa depan. Jabatan yang diyakini akan mampu melindungi rakyatnya dari kelaparan dan kematian serta melindungi Negara dari kehancuran. Jabatan yang akan diembannya justru memiliki konsekuensi dan tanggung jawab yang berat di masa paling sulit ketika krisis terjadi. Nabi Yusuf as harus bertanggung jawab atas kecukupun stok makanan bagi seluruh bangsa Mesir dan bangsa-bangsa sekitarnya selama tujuh tahun ke depan, dimana selama itu tidak ada kegiatan pertanian dan peternakan.
Memang suatu jabatan yang tidak menguntungkan bagi Yusuf as. namun justru dengan kekuasaan tersebut, nabi Yusuf as dapat lebih leluasa bergerak dan berdakwah merealisasikan tujuan dan misi Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin,
“Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”. (Yusuf : 56).
Sayid Qutb mengomentari kekuasaan yang telah diraih oleh nabi Yusuf di Mesir dalam kaca mata dakwah bahwa sesungguhnya penghalang terbesar bagi peralihan sebuah masyarakat dari jahiliyah menuju Islam adalah keberadaan para thagut (penguasa) yang enggan berhukum kepada undang-undang Allah swt. Ditambah dengan keberadaan bangsa yang masih taat dan tunduk kepada thagut. Di sini, nabi Yusuf as melihat kondisi yang memungkinkannya untuk menjadi seorang pemimpin yang ditaati dan bukan tunduk kepada norma jahiliyah. Sehingga dengan kekuasaanya itulah, ia bebas berdakwah dan menyerbarkannya di tengah masyarakat Mesir pada masa pemerintahannya.
Demikianlah tabiat dakwah Islam. Berawal dari individu, kemudian diikuti oleh sekelompok orang. Lantas kempulan ini begerak melawan jahiliyah dengan segala resiko sehingga Allah swt memutuskan dengan hukum-Nya antara orang-orang yang tunduk kepada-Nya dengan mereka yang ingkar dan durhaka. Lalu Allah swt menganugerahkan kepada mereka kekuatan dan kekuasaan di muka bumi, sehingga orang-orang berbondong-bondong memeluk agama Allah swt.
Nabi lain yang dianugerahkan oleh Allah swt kekuasaan adalah nabi Sulaiman as. Bahkan kekuasaan beliau adalah kekuasaan yang luar biasa tidak
terbatas dan tidak akan berulang untuk kedua kalinya. Kekuasaan yang diterima Sulaiman as adalah berawal dari permintaannya kepada Allah swt,
”Ia berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (Shaad : 35).
Pemahaman yang paling dekat dengan ayat ini adalah bahwa Nabi Sulaiman as memohon kepada Allah kekuasaan yang istimewa yang tidak akan ada lagi setelahnya. Karena hanya dengan kekuasaan seperti itulah, kerajaan-kerajaan di sekitarnya akan tunduk dan menerima seruan dan dakwah nabi Sulaiman as.
Dengan kekuasaan yang meliputi seluruh makhluk Allah swt ayang tidak terbatas itulah, nabi Sulaiman melakukan dakwahnya, sampai akhirnya bergetarlah salah seorang penguasa yang menyembah matahari melihat kekuasaan Sulaiman as yang tidak terhingga. Lantas ia dan seluruh rakyatnya menyatakan keIslamannya.
“Berkatalah Balqis: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (An-Naml : 44).
Jika seorang Nabi yang dijadikan teladan oleh Allah swt dibenarkan untuk berdoa memohon agar diberi kekuasaan dan kekuatan, maka tentunya permohonan itu adalah permohonan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam yang konprehensif. Karena Allah swt tidak mengajarkan sesuatu melainkan untuk kebaikan hamba-hamba-Nya.
Kekuasaan yang telah memberikan kontribusi yang besar kepada dakwah pernah dibangun juga oleh sahabat Umar bin Khattab dan mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Kesejahteraan dan ketenangan bukan hanya dirasakan oleh umat Islam, tetapi oleh seluruh umat manusia, bahkan hewan pun mendapatkan berkah dari kekuasaan keduanya.
Begitulah, ketika kekuasaan ditangan orang-orang yang sholeh, maka tujuan dakwah dapat direalisasikan dengan sempurna. Dan manakala tujuan dakwah terealisir, maka pada masa yang sama sesungguhnya kemaslahatan dan kepentingan manusia juga terjamin, karena dakwah Islam diarahkan untuk membangun kebaikan kepada sesama. Maha benar Allah dengan firmanNya,
”Sesungguhnya bumi ini akan diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang sholeh”. (Al Anbiya’: 105).
Disinilah urgensi kekuasaan dalam dakwah Islam. Dengan kekuasaan, pintu dan peluang dakwah dan amal sholeh akan lebih terbuka luas. Efektifitas kekuasaan dalam menegakkan dakwah telah terbukti dalam sejarah dakwah para manusia pilihan Allah; Nabi Sulaiman, nabi Yusuf, Dzul Qarnain, bahkan Rasulullah saw sendiri ketika berhasil menguasai dan menaklukkan Mekah, sehingga berbondong-bondong penduduk Mekah memeluk Islam.
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat”. (An-Nashr: 1-3).
Saatnya kita menjadikan dan memanfaatkan kekuasaan dalam bentuk dan skala apapun sebagai sarana untuk menyempurnakan dakwah Islam sehingga integralitas Islam mampu kita jabarkan dalam realitas kehidupan sehari-hari. Karena sesungguhnya Islam adalah Din sekaligus Negara (Din Wa Daulah), bukan dipersempit dengan batasan ruang rutinitas ibadah mahdloh –ritual- sehari-hari semata. Allahu A’lam.

On Label: | 0 Comment

dakwatuna.com - Sebagai dai kita bergembira sebentar lagi akan bertemu dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan. Bukan karena kita akan mendapat banyak jadwal ceramah, tapi karena semua aktivitas Ramadhan (ansyithah ramadhaniyah) mendorong kita untuk kembali kepada fitrah.



Kita juga tahu betul bahwa Ramadhan sebagai bulan tarbiyah bukanlah program yang berdiri sendiri. Jika lulus dari program Ramadhan dan kita telah masuk program Allah dalam bentuk tajdid al-fitrah di bulan Syawal (Idul Fitri), program pembekalan ruhul badzl wa tadh-hiyah di bulan Dzulhijah (Idul Adha) sudah menunggu. Di bulan itu kita disiapkan untuk menjadi pribadi yang total dalam berdakwah dengan mengerahkan seluruh potensi yang ada.
Syakhshiyah (figur) dai yang seperti tersurat dalam ayat 207 Al-Baqarah dan ayat 111 At-Taubah lah yang diinginkan Allah swt. terbentuk di diri kita.
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (Al-Baqarah: 207)
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (At-Taubah: 111)
Karena itu, kita sangat berharap nanti saat orang banyak bergembira lantaran meninggalkan Ramadhan, kita justru bersuka cita karena memiliki perbaikan fitrah. Sebab, hanya dengan kefitrahan yang utuhlah, kita akan sanggup menjalani kehidupan ini secara benar sesuai dengan syariat Islam yang Allah turunkan sebagai way of life (lihat Ar-Rum ayat 30). Jika fitrah kita tak utuh, maka daya serap dan aplikasi keislaman kita akan tidak sempurna.
Begitu pula saat Idul Adha tiba. Kebanyakan orang bergembira lantaran mendapat daging yang bisa disate bareng bersama tetangga, kita justru bergembira dengan ikrar kesiapan untuk berkorban secara total dalam berdakwah. Bagi kita, semangat fitrah tanpa pengorbanan bagaikan mesin tanpa bahan bakar. Mesin dakwah Islam tidak akan bergerak tanpa kesiapan memberi dan kesiapan korban di jalan Allah dari diri para penghasungnya.
Karena itu, bagi kita, mempertahankan fitrah dengan melanjutkan tradisi ibadah di bulan Ramadhan –meski dengan intensitas yang mungkin agak berkurang– menjadi kebutuhan. Dalam kerangka pengelolaan dakwah, setidaknya ada lima bentuk kegiatan yang harus kita jaga dalam iklim Ramadhan sepanjang tahun yang kita ciptakan.
Pertama, senantiasa memperhatikan aktivitas intelektual (ansyithah fikriyah). Sebab, memelihara keutuhan fitrah sama artinya dengan merealisasikan ibadah yang terdiri dari dua aktivitas –seperti yang disebut ayat 190 surat Ali Imran–, yaitu tadzakur (dzikir) dan tafakur (berpikir).
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
Jadi, keutuhan fitrah bukan hanya dijaga dengan ibadah dalam bentuk dzikir (baca: ibadah ritual), tapi juga dengan tafakur mempelajari rambu-rambu alam semesta hingga sampai pada pemahaman yang mencapai hakikat. Inilah aktivitas yang menjadi kelebihan Bapak kita, Adam, sehingga ia mendapat derajat yang lebih tinggi daripada makhluk-makhluk lain yang lebih senior sekalipun, baik malaikat maupun jin.
Fitrah manusia, orisinalitas keislaman, dan dakwah harus dibangun melalui proses ansyithah fikriyah. Dakwah tidak boleh hanya berorientasi pada ashalah aqidah, fikrah, dan manhaj saja. Sebab, jika ketiganya berlangsung tanpa pengembangan, kita akan terjebak pada kejumudan yang membawa malal (kebosanan) dan futur (kemandegan).
Padahal, kereta dakwah yang kita ada di dalamnya bertujuan untuk membangun sebuah peradaban baru yang menghidupkan nilai-nilai Islam dalam dimensi kekinian. Kita bukan saja ingin membentuk setiap individu dalam masyarakat kita sebagai muslim yang berakidah shahihah, tapi juga lokomotif peradaban baru berdasarkan nubuwah yang dibawa Nabi Muhammad saw. Karena itu, kerja-kerja pikir menjadi tuntutan yang harus dilakukan para dai jika ingin bisa mengendarai peradaban (rukub al-hadharah). Inilah hukum besi sejarah yang tidak bisa ditawar. Itulah tiket yang wajib kita miliki jika ingin menang di kancah pertarungan peradaban.
Dengan fitrah yang senantiasa terjaga keutuhannya dan visi-misi ibadah, seorang dai harus bisa memfungsikan peran kekhilafahan yang Allah swt. bebankan di atas pundaknya. Jadi, seorang dai memang bukan saja harus mampu memahami dinamika sejarah, tapi harus selangkah lebih maju dari isu-isu kemanusiaan, trend peradaban, dan perkembangan sosial-budaya-politik yang tengah terjadi.
Kedua, selalu memperhatikan pengembangan kerjasama dan penataan tatanan dakwah (tathwir amal jama’i wa tanzhimi). Sebagai dai kita harus memiliki al-fahm as-syamil wal iltizam al-kamil (pemahaman dan komitmen paripurna) untuk bisa menggerakkan dakwah dengan konsepsi syumuliyah mutakamilah. Fase-fase dakwah yang terus berkembang pesat, dari fase pembentukan kader, pembentukan keluarga-keluarga Islami, membentuk masyarakat Islami, hingga memperbaiki negeri, menuntut dipenuhinya unsur-unsur penyempurna dalam pendekatan dakwah yang sesuai dengan realitas dunia yang berkembang cepat.
Dakwah tidak bisa lagi hanya melakukan pengkaderan, tapi aktivitas yang beragam sesuai dengan fase dan skup dakwahnya. Namun, dalam fase apa pun, sumber daya penggerak dakwah (dalam bentuk waktu, jumlah kader, dan dana dakwah) selalu lebih sedikit dari yang dibutuhkan. Karena itu, kita harus cerdas mengelolanya dengan membuat prioritas amal jama’i yang tepat, syukur-syukur bisa ikut menggerakan program-program yang menjadi prioritas sekunder.
Dalam aktivitas dakwah yang telah menyentuh fase memperbaiki negara dan skup dakwah dengan spektrum yang luas, tidak lagi sekadar mencetak kader, dakwah memerlukan para pengusung yang siap memikul beban, bukan menjadi beban. Dakwah harus dipikul oleh kumpulan dai-dai sehat yang saling bersinergi memberi dan berkorban, saling membantu, senasib dan sepenanggungan untuk mengobati penyakit yang mengidap di tubuh umat.
Memang betul Rasulullah saw. pernah bersabda, “An-naasu ka ibili mi’ah laa takaadu tajidur rahhilah, manusia itu bagaikan seratus unta, tapi hampir saja dari jumlah yang banyak itu kamu tidak mendapatkan unta rahilah, yang sanggup membawa beban berat.” Karena itu, kita berdoa semoga kita adalah yang satu itu. Persis seperti perkataan Umar bin Khaththab, “Jika ada seribu orang muhajid berjuang di garis depan, aku satu di antaranya; jika ada seratus orang mujahid berjuang di garis depan, aku satu di antaranya; jika ada sepuluh orang mujahid berjuang di garis depan, aku satu di antaranya; jika ada satu orang muhajid berjuang di garis depan, itulah aku!” Mari kita tingkatkan kapasitas dan kapabilitas diri kita selalu cocok untuk memikul beban dakwah di setiap fase.
Ketiga, senantiasa memberi perhatian pada pengembangan ilmu, wawasan dan perabadan (tathwir ilmi wa tsaqafi wa hadhari). Ini aspek penting untuk meningkatkan penguasaan kita terhadap wasail (sarana) dan asalib (metoda) dalam memperjuangkan peradaban yang kita idamkan.
Kita harus mampu mengantisipasi masa depan dengan memahami perkembangan trend ilmu dan teknologi, trend ekonomi, politik dan budaya. Bahkan, kita harus maju melangkah dengan menjadikannya sebagai sarana dakwah. Karena itu, belajar dan tingkatkan terus wawasan kita. Serap informasi dunia, khususnya yang terkait dengan tathwir ilmi wa tsaqafi, sehingga kita mampu mengokohkan pemahaman masyarakat melalui unsur-unsur peradaban.
Keempat, memperhatikan pengembangan sosial dan ekonomi (tathwir ijtima’i wa iqtishadi). Berdakwah tentu saja berarti kita harus berinteraksi dengan masyarakat berikut dinamika peradaban yang melingkupnya yang terus menerus berubah. Tentu saja tanpa kita menanggalkan prinsip dan kepribadian Islam yang telah menjadi jati diri kita.
Untuk itu, Rasulullah memberi empat resep pola pendekatan yang jitu: pertama, pendekatan budaya dan bahasa, khatibun naas ala qadri lughatihim, berbicara dengan manusia sesuai bahasa mereka. Kedua, pendekatan intelektual, khatibun naas ala qadri uqulihim, bicaralah dengan manusia sesuai kemampuan nalarnya. Ketiga, pendekatan sosial, anzilun nas manazilahum, tempatkanlah manusia sesuai dengan kedudukan mereka. Keempat, pendekatan ekonomi, tu’khadzu min aghniyaaihim wa turaddu ila fuqaraihim, ambillah sebagai harta orang kaya dan bagikanlah kepada orang-orang miskin di antara mereka.
Namun, Rasulullah saw. juga bersabda, “Orang yang tidak punya, tidak bisa memberi.” Karena itu, di kalangan para dai harus ada ta’awun ijtima’i dan iqtishadi. Jangan sampai ada teman seperjuangan kita yang mengeluh masalah pemenuhan kehidupan sehari-hari.
Kelima, perhatian pada pengembangan politik (tathwir siyasi). Bentuknya berupa kemampuan mendayagunakan apa yang ada untuk tujuan dakwah. Kisah Nabi Yusuf mengajarkan kepada kita bahwa sumber daya kafir sekalipun (struktur kerajaan dan masyarakat Mesir waktu itu) bisa dikendalikan sang dai untuk mensukseskan misi dakwahnya.
Begitu juga Rasulullah saw. dengan Piagam Madinahnya di awal-awal hijrah. Beliau mampu membuat rekayasa politik yang positif dengan membentuk kerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat lain untuk mempertahankan kota Madinah jika diserang musuh.
Jadi, seorang dai tidak alergi untuk membentuk aliansi strategis dengan kelompok-kelompok yang memiliki tujuan yang sama, yaitu sama-sama ingin mempertahankan kedaulatan negara dan menyejahterakan masyarakat. Dengan stabilitas politik dan ekonomi yang tercipta, dakwah akan bisa dilakukan lebih masif dan mengcover semua penduduk negeri. Itulah rahasia kemenangan perjanjian Hudaibiyah yang baru belakangan diketahui oleh para sahabat. Setelah perjanjian itu ditandatangani, dakwah bisa disebarkan melampaui batas-batas wilayah Arab (sampai ke Persia dan Romawi), sebab para dai tidak lagi disibukan dengan kegiatan perang.
Begitulah cara dai memaknai Ramadhan dan beraktivitas menciptakan suasana Ramadhan di luar Ramadhan.

On Label: | 0 Comment


Anda mungkin pernah mengalami kejadian-kejadian yang menyebalkan dikarenakan lupa akan: nama teman baru atau teman lama Anda, password ATM, komputer atau website Anda, di mana menyimpan kunci rumah Anda, di mana meletakkan kacamata Anda, tugas-tugas yang harus segera dilakukan hari ini, judul film yang baru Anda tonton semalam, di mana memarkirkan mobil Anda, atau bahkan lupa sesuatu yang baru terlintas di pikiran kita 50 detik yang lalu.



Memang lupa seringkali membuat kita frustasi dan memalukan. Lupa akan hal-hal tersebut di atas adalah suatu tanda betapa sibuknya kita. Mungkin akan beruntung bagi Anda yang termasuk orang yang rajin mencatat segala sesuatunya, mengorganisasinya baik pada catatan manual maupun elektronik seperti ponsel ataupun PDA.

Namun, bagi Anda tipe orang yang tidak suka mencatat dan yang tidak mempunyai akses terhadap alat-alat bantu elektronik, atau bagi Anda semua yang ingin meningkatkan daya ingat otak Anda, ada beberapa tips / cara untuk melatih atau meningkatkan daya ingat otak kita sebagai berikut:

1. Tips Mengingat Nama Teman / Kolega / Konsumen Anda

a. Putuskan bahwa Anda benar-benar ingin mengingat namanya.

b. Perhatikan dengan saksama.

Ketika Anda dikenalkan dengan seseorang, lihat mukanya baik-baik dan dengar baik-baik namanya. Tanyakan ejaan yang benar misalkan sesuai pendengaran Anda, ia bernama Kathy, Anda tanyakan kepadanya, “Apakah Kathy dengan K atau C?”. Berilah tanda tentang namanya untuk membantu mengunci dalam ingatan kita (“Oh, Carpenter – teman terbaikku masa kecil), dan gunakan namanya beberapa kali selama bercakap-cakap dengan teman baru Anda tersebut dan pada saat mengucapkan salam perpisahan.

c. Visualisasikan.

Perhatikan dengan baik-baik mukanya dan bagian-bagiannya yang membedakan dengan orang lain. Misalkan Sissy teman Anda bermuka oriental, Anda bisa lekatkan di pikiran Anda dengan negeri bambu atau pikirkan “Oriental Sissy”.

d. Membuat nama teman Anda menjadi lebih bermakna.

Misalkan kenalan baru Anda namanya Robert Alltoff, Anda bisa mengasosiasikannya dengan Robert yang semua tentangnya adalah top.

e. Mengimajinasikan

Teknik ini dilandasi bahwa otak pada dasarnya mempunyai kesulitan mengingat simbol-simbol abstrak, seperti nama-nama dan nomor-nomor. Kunci dari teknik ini adalah melekatkan gambar (image) yang jelas pada simbol-simbol yang akan kita ingat.
Misalkan konsumen baru Anda bernama Deb, Anda bisa mulai menggambarkan sebuah website di atas kepalanya – web di atas Deb. Teknik ini akan memudahkan Anda bila suatu ketika bertemu dengan orang tersebut.

f. Mengasosiasikan atau menghubungkan dengan sesuatu yang sudah Anda kenal

Misalkan:
-Nama kolega bisnis baru Anda adalah Dhani, Anda bisa menghubungkan dengan Dhani Ahmad (Band Dewa 19).
-Nama teman kuliah Anda dulu namanya Muhammad Zia Ul Haq, Anda bisa menghubungkannya dengan nama Presiden Pakistan zaman dulu (Zia Ul Haq).

g. Memenggal nama teman Anda yang terlalu panjang menjadi beberapa suku kata / bunyi karena memikirkan seluruh nama pada saat yang sama akan membebani memori anda.

Misalkan nama teman Anda adalah Azprilianputraardiwidyanto, Anda bisa memenggalnya menjadi April-putra-ardi-widya, kemudian anda membuat gambaran pada bulan April ada anak laki-laki dari suatu padepokan turun gunung (ardi) untuk menyebarkan ilmu (widya) yang bermanfaat.

On Label: | 0 Comment

KLIK DITULISAN TEBALNYA YA..

On Label: | 0 Comment

KLIK DI TULISAN TEBALNYA UNTUK MENDOWNLOAD YA
MOHON MAAF UNTUK ANAK2 XI UJP SMK N 6 JIKA ADA KELAMBATAN DAN PERMASALAHAN DALAM DOWNLOAD MATERI... SELAMAT MENIKMATI DAN SELAMAT BELAJAR, DOA KAMI UNTUK KEBERHASILAN KITA SEMUA

On Label: , , | 0 Comment

UNTUK ANAK2KU SMK N 6 SKA, KELAS XI DAN XII AP, SILAKAN KLIK PADA TULISAN TEBAL DI ATAS UNTUK MENDOWNLOAD MATERI..SELAMAT BELAJAR..SEMOGA ALLAH SWT MERAHMATIMU


On Label: | 0 Comment









On Label: | 0 Comment


Wahai ikhwan……
Dengarkanlah pula sejenak pesan kami barisan akhwat
untuk kalian..

Wahai ikhwan…………
Sungguh kami itu senang jika diperhatikan,
apalagi jika kalian adalah ikhwan yang dewasa,
atau ikhwan yang alim, atau ikhwan yang cool, atau ikhwan yang cerdas
padahal kami belum mampu berhijab secara baik,
karena itu tundukkanlah pandangan kalian dengan makna yang sebenarnya,
dan janganlah kalian ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya.


Jangan pernah kautatap kami penuh
Bahkan tak perlu kaulirikkan matamu untuk melihat kami.
Bukan, bukan karena kami terlalu indah,
tapi karena kami seorang yang masih kotor.
kami biasa memakai topeng keindahan pada wajah buruk kami,
mengenakan pakaian sutra emas yang akan bisa memalingkan diri kalian.

Wahai Akhi,
berhati-hatilah ketika kalian menyapa kami dengan chating didunia maya,
diskusi dengan hal-hal yang tidak perlu,
katanya dakwah di dunia maya, tetapi yang diobrolkan jauh dari nilai esensi dakwah


Duhai Akhi……
Kami juga inginnya terus dekat dengan kalian para ikhwan,
tapi maaf…bukan karena apa-apa tapi lebih karena perhatian yang kalian berikan kepada kami,
meskipun sesungguhnya kami sangat malu akan hal ini,
terkadang kami pun terlepas kata dan tingkah laku,
yang malah menjadikan kami dan kalian semakin tak mengenal batas,
karena itu pertama nasihatilah kami akan azab Allah dan setelahnya jangan pernah memberi dan membalas bentuk perhatian kami

Akhi....
Wanita adalah makhluk yang sempit akal dan mudah terbawa emosi.
Terlepas bahwa aku tidak suka pernyataan tersebut, tapi itu fakta.
Sangat mudah membuat wanita bermimpi.

Akhi,
Tolong, berhentilah memberi angan-angan kepada kami.
Mungkin kami akan melengos kalau disapa.
Atau membuang muka kalau dipuji.
Tetapi, jujur saja, ada perasaan bangga.
Bukan kami suka pada antum (mungkin)..
Tapi suka karena diperhatikan “lebih”.

Diantara kami, ada golongan Maryam yang pandai menjaga diri.
Tetapi tidak semua kami mempunyai hati suci.
Jangan antum tawarkan sebuah ikatan bernama ta’aruf bila antum benar-benar belum siap akan konsekuensinya.
Sebuah ikatan ilegal yang bisa jadi berumur tak cuma dalam hitungan bulan
tetapi menginjak usia tahun, tanpa kepastian kapan akan dilegalkan.

Duhai akhi,
Tolong, kami hanya ingin menjaga diri.
Menjaga amal kami tetap tertuju padaNYA.Karena janji Allah itu pasti.
Wanita baik hanya diperuntukkan laki-laki baik.

Jangan ajak mata kami berzina dengan memandangmu,
jangan ajak telinga kami berzina dengan mendengar pujianmu,
jangan ajak tangan kami berzina dengan menerima hadiah kasih sayangmu
jangan ajak kaki kami berzina dengan mendatangimu,
jangan ajak hati kami berzina dengan berkhalwat denganmu

Wahai akhi,
kalian Sebagai saudara kami,
tolong, jaga kami.
Karena kami akan kuat menolak rayuan preman,
Tapi bisa jadi kami lemah dengan surat cinta kalian.
Bukankah akan lebih indah bila kita bertemu dengan jalan yang diberkahiNYA?
Bukankah lebih membahagiakan bila kita dipertemukan dalam kondisi diridhoiNYA?

Karenanya saudaraku…
Janganlah kita berbuka sebelum waktunya
Memanen sebelum masanya
Bersabarlah, tunggulah hingga saatnya tiba

Allahu a’lam bish shawwab…

~Peringatan buat sahabat2 dan jua pada diri ini yg sentiasa khilaf padaNya,
Akhir kata aku memohon Ampun kepada Allah..
Robb yang Maha Penyayang dan Maha Pemberi Petunjuk~

On Label: | 0 Comment

Segala puji bagi Allah, dan shalawat dan salam atas Rasulullah saw, beserta keluarganya dan para sahabatnya serta orang-orang yang mendukungnya… selanjutnya..

Sungguh, Islam telah datang dengan bentuk yang paling sempurna di muka bumi ini, dengan tingkatan paling tinggi dan universal pada sistemnya untuk dapat mengembangkan kehidupan dan membahagiakan umat manusia, bekerja untuk memberikan petunjuk kepada seluruh manusia akan kebaikan ini, dan menyampaikannya ke telinga-telinga dan ke dalam hati-hati mereka, dan Nabi saw juga telah menjabarkan akan hakikat-hakikatnya atas manusia, sehingga bagi yang memiliki akal jernih akan dapat menerimanya, menarik jiwanya yang memiliki fitrah yang lurus, sehingga terjadilah kehancuran masa jahiliyah; merebut kuda dan orang-orangnya, walaupun hal tersebut orang-orang yang kafir tidak akan pernah tinggal diam kecuali berusaha untuk menempelnya dengan pertentangan yang keji dan keras, perang yang kotor dan bertentangan dengan akhlaq mulia. Namun mulianya kebenaran yang dibawa oleh nabi saw dan indahnya prinsip-prinsip yang diserukan olehnya, serta kebutuhan manusia akan manhaj dan akhlaq yang disodorkan; mendorong akal untuk beriman kepadanya sebagaimana para pengikut jahiliyah berusaha memenangkan kebatilan pada perang eksistensi ini


Muhammad Mahdi Akif, Mursyid Ikhwanul Muslimin,


وَانْطَلَقَ الْمَلأُ مِنْهُمْ أَنِ امْشُوا وَاصْبِرُوا عَلَى آَلِهَتِكُمْ إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ يُرَادُ

“Dan Pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): “Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki”. (Shaad:6)

Dan mereka terus melancarkan serangan dan perang atas Islam hingga

جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا

“Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap”. (Al-Isra:81)

Namun kemenangan dan pertolongan Allah telah datang, dan umat manusia masuk kepada agama Islam dengan berbondong-bondong, dan tidaklah nabi saw wafat menghadap Allah kecuali seluruh jazirah Arab telah tunduk dan masuk kepada agama Islam, bernaung di bawah naungan tauhid dan keadilan.

Namun, setelah nabi saw meninggal, umat Islam menghadapi ujian, sementara kekokohan Islam belum bersemi, sehingga bangsa Arab ada yang kembali murtad, bermunculan kemunafikan, umat Islam saat itu dirundung kesedihan yang sangat karena kehilangan nabi saw padahal jumlah mereka masih terbilang sedikit sedangkan jumlah musuh begitu banyak. Walaupun demikian, umat Islam tetap berpegang teguh di bawah komando dan pimpinan sang khalifah Abu Bakar AS-Shiddiq, mereka tetap bersabar dan tegak berdiri membawa beban dan risalah dakwah dengan sebaik-baiknya. Abu Bakar berkata:

أينقصُ الدينُ وأنا حي

“Apakah agama ini akan berkurang jumlahnya sementara saya masih hidup?”..

Akhirnya, umat Islam pun sadar dan enggan untuk menyerah pada kondisi ini sementara mereka (orang-orang kafir) menghinakan dakwah, bahkan mereka tidak sekadar menjadi musuh Islam saja namun terus berusaha memecah belah umat

Lalu setelah itu diikuti oleh generasi Islam, membawa Islam ke berbagai tempat; memperbaiki pemahaman yang keliru, menyebar berbagai kebaikan dan cahaya ke segala penjuru dunia, sekalipun mereka harus menghadapi siksaan yang begitu keras, mereka tetap teguh dalam membawa beban ini di jalan Allah, sampai Allah membukakan dan menetapkan kemenangan dan keteguhan.

Para duat menyadari –di antara mereka adalah Ikhwanul muslimin- bahwa jalan untuk membawa petunjuk dan mengarahkan manusia serta menyebarkan kebaikan dan karunia di muka bumi ini; akan selalu menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan seperti yang dihadapi oleh para nabi dan salafus shalih lainnya; namun risalah tetaplah risalah, sementara kesesatan dan hawa nafsu juga demikian, sebagaimana rintangan tetap merupakan rintangan, dan kekuatan zhalim akan terus tetap berdiri tanpa ada manusia dan dakwah, menyebarkan fitnah dengan kesesatan dan kekuatan.

Dan Al-Qur’an mengingatkan kepada setiap muslim yang jujur bahwa fitnah dan ujian merupakan suatu keniscayaan dan kewajaran

وَكَذَلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ

“Dan Demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin)”. (Al-An’am:53)

Dan memiliki tujuan yang jelas; yaitu untuk membedakan yang jelek dan buruk dari yang baik.

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ

“Dan Sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu”. (Muhammad:31).

Begitupun tidak ada tempat yang indah di surga yang dapat disinggahi kecuali bagi orang yang bersabar menghadapi ujian ini

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar”. (Ali Imran:142)

Karena itulah tidak heran dan tidak diragukan lagi bagi para pembawa kebaikan dan sinar cahaya untuk memiliki sikap kelembutan, kesabaran dan permohonan ridha dari Allah SWT, karena kebatilan memiliki jaulah tersendiri kemudian pergi secara sia-sia dan menjadi hampa, sementara kebenaran memiliki efek yang memberikan banyak manfaat, memiliki keteguhan dan kekekalan, maka jika bertambah keras siksaan dan banyak intimidasi, orang-orang beriman akan tetap bersimpuh pada benteng pertahanan dengan bertawakal kepada Allah dan bersabar dalam menghadapi berbagai ujian, syiar mereka adalah :

وَمَا لَنَا أَلاَّ نَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ وَقَدْ هَدَانَا سُبُلَنَا وَلَنَصْبِرَنَّ عَلَى مَا آَذَيْتُمُونَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ

“Mengapa Kami tidak akan bertawakal kepada Allah Padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada Kami, dan Kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakal itu, berserah diri”. (Ibrahim:12)

Berbagai rintangan di jalan dakwah

Begitu banyak dan beragam rintangan dan hambatan yang dihadapi –dan bahkan akan selalu dihadapi- oleh pembawa dakwah pada kebenaran, kebaikan, hidayah dan cahaya, sejak diutusnya para Nabi dan Rasul oleh Allah hingga hari ini dan bahkan hingga terjadinya hari kiamat nanti. Di antaranya adalah:

1. Sistem pemerintahan yang zhalim di muka bumi

Yang selalu menghadang manusia dari mendengar hidayah, berusaha menyebarkan fitnah bagi orang-orang yang mendapat hidayah, dan mengusir mereka:

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِرُسُلِهِمْ لَنُخْرِجَنَّكُمْ مِنْ أَرْضِنَا أَوْ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا

“Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-rasul mereka: “Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri Kami atau kamu kembali kepada agama kami”. (Ibrahim:13)

قَالَ الْمَلأُ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا مِنْ قَوْمِهِ لَنُخْرِجَنَّكَ يَا شُعَيْبُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَكَ مِنْ قَرْيَتِنَا أَوْ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا

“Pemuka-pemuka dan kaum Syu’aib yang menyombongkan dan berkata: “Sesungguhnya Kami akan mengusir kamu Hai Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota Kami, atau kamu kembali kepada agama kami”. berkata Syu’aib: “Dan Apakah (kamu akan mengusir kami), Kendatipun Kami tidak menyukainya?” (Al-A’raf:13)

Para pembesar yang sombong tersebut tidak akan berhenti dalam usahanya untuk menghalangi laju Islam dan menebarkan fitnah kepada para duat serta mengajak orang-orang zhalim yang terpedaya oleh karenanya;

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke dalam Jahanam lah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan”. (Al-Anfal:36)

Namun ironinya, mereka semua adalah orang-orang yang merasa dirinya sebagai kampium kebebasan dan kemerdekaan serta hak asasi manusia, mengobarkan propaganda yang menjadi bagian kerusakan di sana sini, menginjak-injak hak asasi ini kemudian diam seribu bahasa bak kuburan jika korbannya adalah pembawa syariat Islam, bahkan menjadi negara-negara Islam dan pembawa dakwahnya sebagai musuh tanpa ada pengakuan kepadanya dan menyadari akan kebaikan yang dibawanya, sekiranya mereka mau menjernihkan pandangan mereka dan bersikap adil, maka akan merekaakan mendapatkan kemuliaan agama pada dunia modern ini yang sedang mengalami berbagai krisis dan sebagai pemberi solusi akan permasalahan dan problematika yang dihadapi, dan bahkan bisa jadi mereka akan bersegera menerimanya dan masuk ke dalamnya secara berbondong-bondong, namun karena adanya fanatisme membuat mereka buta dan tuli, dan tentunya tiada daya dan upaya kecuali dari Allah SWT.

Rezim-rezim yang keji ini tidak berpandangan jauh dari kursi-kursi tempat mereka duduk di atasnya, tidak berfikir yang lain kecuali pedang keamanan yang berusaha dipegang dalam kebesarannya dan kekuatannya, tidak percaya pada hal lain sebagai solusi kecuali kekerasan dalam mempertahankan singgasana yang dirampasnya dan mencuri kekayaan yang berlimpah; karena itu, pemerintahan yang diktator tidak akan melihat lainnya kecuali hanya dirinya sendiri, tidak memiliki pandangan yang jauh ke depan kecuali hanya untuk kemaslahatannya sendiri, dan tidak ada yang mau mendekat kepadanya kecuali orang yang ingin mencari keuntungan dan mendapat restu darinya, dan oleh karena itu, pada saat di dalamnya ada sesuatu yang mengecilkannya dan mundur di hadapan musuh-musuh negara; mencoba mengangkat orang-orang shalih dan reformis dari golongan mereka, menjadikannya sebagai korban dihadapan kekuatan jahat dan sombong yang mengglobal, sebagai harga akan kejahatannya terhadap bangsa yang kalah, mengisi hati-hati yang beriman akan kenestapaan, sementara dirinya melihat kepada anak bangsanya dan agamanya yang disimpangkan oleh musuh-musuhnya dan dimusuhi oleh ikhwannya sendiri, menyerah kepada siapa yang membuat makar dengan mereka, menghormati orang yang berbuat kemunafikan secara suka rela atau terpaksa, menganggap remeh orang yang mencoba memberikan nasihat kepadanya dan memberikan solusi terbaik untuk mereka dan negeri mereka.

Sekiranya mereka mau meninjau kembali urusan mereka, merenungkan akibat-akibatnya, dan melihat dengan kaca mata kebenaran dan keadilan; maka mereka akan mendapatkan bahwa kemaslahatan mereka dan kekuatannya berada pada pembelaan terhadap agama, berdiri tegak di tengah bangsa mereka, dan menyadari bahwa tidak ada tempat bersimpuh dan memohon pertolongan setelah Allah kecuali kepada bangsa mereka sendiri seperti yang diinginkan oleh Islam sebagai bangsa, Al-Qur’an sebagai undang-undang dan minhaj (pedoman hidup); maka apakah mereka mau kembali dan menyadari?!

Jika merasa heran, maka lebih mengherankan lagi diamnya para kaum terpilih dari para cendikiawan dan penyeru kebebasan berpendapat, berfikir dan mengungkapkan ide; akan kekejaman pemerintahan diktator terhadap kaum reformis dari kalangan Islam secara umum dan Ikhwanul Muslimin secara khusus!

Padahal merekalah yang telah mengisi dunia penuh dengan teriakan dan tangis terhadap kebebasan dan kemerdekaan yang hilang, jika dikeluarkan akan cerita yang jahat, atau terhapus barang temuan secara tiba-tiba, atau menghalangi para ulama untuk menetapkan pendapat yang samar-samar dan palsu, membenturkan tsawabit (kaidah-kaidah yang tetap) umat dan nila-nilainya, dan mencela agama dan peradabannya! Dan cukuplah bagi kami Allah dan Dialah sebaik-baik pelindung.

Sejarah menegaskan bahwa kemenangan adalah milik kebenaran dan pembawa kebenaran

Bagi yang membuka hakikat sejarah akan berkeyakinan bahwa kebatilan akan sirna sementara kebenaran akan tetap bertahan.

فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ

“Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia tetap di bumi”. (Ar-Ra’d:17)

Sebagaimana hal itu juga akan dipahami bagi siapa yang mau membuka lembaran kisah-kisah umat terdahulu bersamaan dengan turunnya risalah langit, dan apa yang diletakkan dari berbagai rintangan dan hambatan serta fitnah di jalan dakwah terhadap keimanan dan dihadapan kebenaran dan hidayah, kemudian berakhir dalam perseteruan diantara mereka dan kebenaran tersebut, akan kemenangan kebenaran tersebut dan hancurnya orang-orang yang memusuhinya secara keseluruhan

فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, Maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak Menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri”. (Al-Ankabut:40)

Dan Allah SWT membuat perumpamaan akan kekuatan yang jahat secara keseluruhan sebagai permasalahan yang besar akan wahn (perasaan takut mati dan cinta dunia) dan kehancurannya. Allah berfirman:

مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui”. (Al-Ankabut:41)

Banyak yang menyadari dari mereka yang menghadapi kebenaran bahwa mereka -musuh- akan kalah, seperti yang diceritakan kepada kita dalam kitab-kitab sirah bahwa pada saat Huyay bin Akhtab berhadapan dengan nabi saw dan berdiri dihadapnnya lalu matanya bertatapan dengan matanya; beliau bersabda:

أَمَا وَاَللهِ مَا لُمْت نَفْسِي فِي مُعَادَاتِك، وَلَكِنْ مَنْ يُغَالِبْ اللّهَ يُغْلَبْ، ثُمَّ قَالَ: يَا أَيُّهَا النّاسُ، لا بَأْسَ قَدَرُ اللّهِ، وَمَلْحَمَةٌ كُتِبَتْ عَلَى بَنِي إسْرَائِيل

Dia berkata: “Demi Allah, aku sama sekali tidak menjerumuskan diriku dalam memusuhimu, namun barangsiapa yang ingin mengalahkan Allah maka akan kalah, kemudian dia berkata lagi: wahai manusia, tidak ada buruknya akan takdir Allah, sedangkan kekalahan telah tertulis atas Bani Israel”. (Zadul ma’ad)

Demikianlah, orang tersebut menyadari bahwa dirinya berada pada barisan yang kalah, dan tidak ada jalan lain untuk mengalahkan kebenaran, namun karena kedengkian yang tidak beralasan yang telah menguasainya dan menguasai kaumnya; maka apakah para pemimpin Barat menyadari akan pelajaran-pelajaran sejarah ini, meninggalkan akan mimpi ideologi, peradaban dan kekuasaan mereka terhadap umat Islam, meninggalkan politik perang dan imperialisme yang telah banyak mengalami kegagalan, meninggalkan politik dalam menghadang gerakan-gerakan Islam atau berusaha menghancurkan dan membumi hanguskannya, setelah ada ketetapan untuk mereka akan kehancuran dan kegagalan… sekiranya para pemimpin Barat menyadari akan pelajaran sejarah dan kembali pada meja perundingan dan kerja sama, sebagai alternatif dari melakukan perang dan penghadangan; akan menjadikan dunia ini pada kondisi lain yang penuh dengan kedamaian, ketenangan, kenyamanan dan kesejahteraan.

Kenapa yakin akan kemenangan dakwah kebenaran?

Mungkin sebagian orang merasa heran terhadap orang yang berpegang teguh dari kalangan mujahidin di jalan Allah dan penyeru kebaikan dengan risalah mereka, sekalipun harus menghadapi serangan bertubi-tubi dari kekuatan zhalim atas mereka, kerasnya perang yang jahat dan keji yang menimpa dan ditujukan kepada mereka, melermparkan para aktivis di medan dakwah ke dalam penjara, namun mereka tetap beriman dengan keimanan yang mantap dan tidak ada keraguan di dalamnya bahwa kebenaran akan menang, bahwa kebenaran akan meninggi benderanya, dan menyebar ke berbagai pelosok dan penjuru dunia, dan keyakinan kami disertai dengan adanya beberapa hal:

1. Bahwa dakwah ini sesuai dengan fitrah yang diberikan Allah kepada manusia.

Sebagaimana firman Allah:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ القَيِّمُ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar-Ruum:30)

Dan dalam hadits Al-Qudsi disebutkan:

وإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ

“Sesungguhnya Aku telah menciptakan seluruh hamba-Ku dalam kondisi yang hanif, namun kemudian mereka mendatangi syaitan-syaitan sehingga mereka menyimpang dari agamanya..”. (Muslim).

Bahwa akidah Islam dan syariatnya yang termaktub dalam Al-Qur’an disampaikan dengan bentuk yang mudah dan gamblang, memiliki gaya bahasa yang menakjubkan; mudah untuk diingat dan dipahami oleh orang yang memiliki pengetahuan dan awam, sekalipun banyak ragamnya dalam cara menyampaikan dan memberikan kepuasan karena adanya keragaman potensi manusia dan pengetahuan mereka, namun tidaklah orang yang memiliki akal yang merdeka, pandangan yang bersih dan fitrah yang suci kecuali tunduk dan beriman kepadanya.

2. Iman yang agung yang merasuk ke dalam jiwa para duat

Bahwa ketika aqidah yang benar telah terpatri dalam jiwa dan merasuk dalam hati maka akan memberikan hasil dan buah akan terbebasnya jiwa untuk tunduk pada kediktatoran, atau berdiri pada kejahatan.

Orang yang beriman menyadari bahwa seluruh makhluk tidak memiliki jiwa mereka masing-masing sedikit pun, bahkan tidak memiliki kemampuan untuk mempertahankannya sedikit pun

إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَن يَخْلُقُوا ذُبَاباً وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِن يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئاً لاَّ يَسْتَنقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ

“Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, Tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan Amat lemah (pulalah) yang disembah”. (Al-Hajj:73)

Dan menyadari bahwa umur manusia berada digenggaman Allah, tidak bisa dikurangi atau ditambah, tidak bisa di dahulukan atau ditunda, dan bahwasanya dirinya tidak bisa mencari keselamatan (menghindar) dari kematian, dan bahkan tidak mampu lari darinya sedetikpun.

قُل لَّن يَنفَعَكُمُ الفِرَارُ إِن فَرَرْتُم مِّنَ المَوْتِ أَوِ القَتْلِ

“Katakanlah: “Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan “. (Al-Ahzab:16)

إِنَّ أَجَلَ اللَّهِ إِذَا جَاءَ لاَ يُؤَخَّرُ

“Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan”. (Nuh:4)

Karena itu, seorang dai yang jujur akan mampu menghadapi berbagai kondisi dengan penuh keberanian, tetap teguh di hadapan berbagai cobaan dengan iman yang mantap; karena dirinya menyadari bahwa tangan Allah selalu terbentang kepadanya, dirinya membaca firman Allah:

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ

“Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)”. (Al-Baqarah:257)

Sementara itu, sang dai sebelum dan sesudahnya selalu terikat dan yakin akan hari akhir, bergantung pada semangat untuk menggapai ganjaran dan pahala di dalamnya; karena itu dirinya selalu menampilkan dakwahnya menuju hidayah Tuhannya, berharap tidak menemui kendala, rintangan dan siksaan di jalan Allah, dan berkeyakinan akan dekatnya cahaya fajar keadilan dan datangnya hari pembalasan…

Allah berfirman:

قُلْ هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنَا إِلاَّ إِحْدَى الحُسْنَيَيْنِ وَنَحْنُ نَتَرَبَّصُ بِكُمْ أَن يُصِيبَكُمُ اللَّهُ بِعَذَابٍ مِّنْ عِندِهِ أَوْ بِأَيْدِينَا فَتَرَبَّصُوا إِنَّا مَعَكُم مُّتَرَبِّصُونَ

“Katakanlah: “tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi Kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan. dan Kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisi-Nya. sebab itu tunggulah, Sesungguhnya Kami menunggu-nunggu bersamamu.” (At-Taubah:52)

Dan berfirman untuk orang-orang yang takut:

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الوَكِيلُ

“Cukuplah Allah pelindung kami dan Dialah sebaik-baik pelindung”. (Ali Imran:173)

Dalam syair juga disebutkan:

مَن لم يمتْ بالسيفِ ماتَ بغيرِهِ تعددت الأسبابُ والموت واحد

Barangsiapa yang tidak mati dengan pedang, maka tetap akan mati dengan selainnya

Begitu banyak sebabnya sementara kematian tetaplah satu

Dan Allah berfirman untuk orang-orang yang terpengaruh dengan isu-isu dan perang jiwa yang telah dilakukan oleh musuh-musuh Allah

وَلاَ يَحْزُنكَ قَوْلُهُمْ إِنَّ العِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا هُوَ السَّمِيعُ العَلِيمُ

“Janganlah kamu sedih oleh Perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (Yunus:65);

Karena itu apakah dapat digambarkan akan kekalahan seperti sang dai pembawa aqidah yang benar?!

3. Tsiqah yang sempurna terhadap janji Allah akan kemenangan dan kejayaan

Bahwa aqidah yang benar akan membina jiwa-jiwa para duat pembawa kebenaran dan kebaikan akan perasaan optimisme kepada Allah, tsiqah pada kemenangan; sekalipun ujian dan cobaan terus datang silih berganti di tengah masyarakat dan kekejaman penguasa diktator terus dialami pada umat; bahwa tsiqah kepada Allah akan mampu mengusir keputusasaan dalam jiwa, menolak akan berbagai kesulitan sekalipun sangat keras, dan siap menghadapi berbagai rintangan sekalipun sangat besar, bagaimana sang dai dapat tertimpa keputusasaan sementara dirinya adalah pembawa aqidah yang benar, sambil dirinya membaca:

وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الوَارِثِينَ. وَنُمَكِّنَ لَهُمْ فِي الأَرْضِ

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). Dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi”. (Al-Qashash:5-6)

Bagaimana mungkin dirinya tertimpa kelemahan dihadapan kondisi yang lemah padahal dirinya membaca ayat:

وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ. إِن يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ القَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهُ وَتِلْكَ الأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, Maka Sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)”. (Ali Imran:139-140)

Bagaimana mungkin dirinya mau mundur dihadapan berbagai kekuatan yang keji padahal dirinya selalu membaca firman Allah:

هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الكِتَابِ مِن دِيَارِهِمْ لأَوَّلِ الحَشْرِ مَا ظَنَنتُمْ أَن يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُم مَّانِعَتُهُمْ حُصُونُهُم مِّنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُم بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي المُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُوْلِي الأَبْصَارِ

“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan”. (Al-Hasyt:2)

Dan bagaimana mungkin dirinya ragu untuk maju di jalan Allah atau menempuh perjalananyang jauh padahal dirinya selalu membaca firman Allah:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا الجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ البَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلاَ إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat”. (Al-Baqarah:214)

Karena itulah, seorang dai akan tetap berada dalam ketsiqahan yang sempurna terhadap kebenaran akan janji Allah:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa”. (An-Nuur:55)

4. Pemahaman mereka akan kebutuhan dunia terhadap risalah yang diembannya:

Para duat yang jujur akan memahami betul bahwa obat yang dibutuhkan oleh manusia untuk menyembuhkan penyakit yang di derita olehnya; yaitu risalah yang diberikan oleh Allah untuk diembannya dan diperintahkan untuk menyebarkannya, karena itu berbagai krisis yang terus mendera dunia, kegaduhan dan degradasi moral yang menimpa suatu bangsa, perang saudara di tengah suatu bangsa, tatanan dunia baru yang gagal, perpecahan rumah tangga yang menggejala, adanya perbedaan tingkatan masyarakat yang hina, rasisme yang merajalela, dan fanatisme kesukuan di berbagai penjuru dunia… semua itu dan lain-lainnya tidak ada jalan lain untuk menyelesaikannya kecuali dengan manhaj Islam.

Kebahagiaan yang hilang, keamanan tingkat regional dan domestik yang diidam-idamkan, keadilan yang dicita-citakan, persamaan di antara manusia, kehormatan dan harga diri manusia serta perlindungan jati dirinya; tidak mungkin akan sempurna dalam bentuk yang baik, bersih dan seimbang kecuali di bawah naungan manhaj Islam yang mulia. Oleh karena itulah, kewajiban para duat yang telah diamanahkan oleh Allah untuk menyampaikan hidayah kepada manusia dan mengeluarkan manusia dari kezhaliman menuju cahaya; untuk terus menghadirkan kebaikan kepada umat manusia seluruhnya, sekalipun harus dikalahkan oleh kezhaliman, dan disimpangkan oleh kekuatan yang sesat dari jalan menuju petunjuk tersebut.

Bahwa Allah telah menegaskan akan kewajiban yang berat ini sebagai sarana turunnya kemuliaan umat Islam dengannya dan tinggi martabat dan derajatnya karenanya.

Allah berfirman:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ المُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”. (Ali Imran:110)

Berkata sang Imam pembawa pembaharuan Hasan Al-Banna pada ceramah yang berjudul (Faktor-faktor kesuksesan):

“Diantara hak kita –wahai Ikhwan- untuk mengingat bahwa dihadapan kita begitu banyak hambatan dan rintangan; bahwa kita akan terus menyeru kepada Allah yang merupakan seruan paling mulia, mengajak pada ideologi Islam yang merupakan ideologi paling kuat, menghadirkan kepada manusia syariat Al-Qur’an yang merupakan syariat paling adil

صِبْغَةَ اللهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ صِبْغَةً

“Shibghah Allah. dan siapakah yang lebih baik shibghah nya dari pada Allah?”. (Al-Baqarah:138)

Bahwa dunia secara keseluruhan sangat membutuhkan dakwah ini, dan seluruh yang ada di dalamnya mengharapkannya dan bergerak di jalannya, dan kita semua –segala puji bagi Allah- merdeka dari ketamakan pribadi, jauh dari keinginan nisbi (pribadi), tidak bermaksud lain kecuali hanya berharap karena Allah dan demi kebaikan manusia, tidak bekerja kecuali hanya berharap keridhaan-Nya, dan kita selalu memantau akan dukungan Allah dan pertolongannya; karena dengan-Nya tidak ada yang mampu mengalahkannya

ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ مَوْلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَأَنَّ الْكَافِرِينَ لا مَوْلَى لَهُمْ

“Yang demikian itu karena Sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak mempunyai Pelindung”. (Muhammad:11).

Karena itulah, dengan kekuatan dakwah kami, dan adanya kebutuhan manusia akan dakwah ini, kemurnian dan kesucian tujuan yang dicapai, serta dukungan Allah kepada kita; merupakan faktor-faktor kemenangan yang tidak tergoyahkan walaupun dihadapannya terdapat berbagai rintangan, dan tidak akan lengah walaupun dihadapannya terdapat ujian dan penghalang.

وَاللهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ

“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya”. (Yusuf:21)

Dampak ujian dan cobaan atas barisan Islam

Mungkin bagi kebanyakan para penentang dakwah akan berkhayal bahwa dengan berbagai tekanan, paksaan dan pengekangan berbagai kebebasan hidup atas para duat dan pintu rezki mereka; akan menghentikan mereka dari dakwah, dan umat manusia pun akan lari dari mereka?!.

Hal tersebut merupakan bayangan dan prasangka yang salah, karena para duat akan selalu siap menghadapi berbagai rintangan dengan iman yang kokoh dan murni ini, tidak peduli terhadap yang lainnya kecuali kemenangan agamanya, meninggikan kalimat Allah di muka bumi ini, serta selalu mengumandangkan syair dibalik jeruji mereka:

أخي أنت حر وراء السدود أخي أنت حر بتلك القيود

إذا كنت بالله مستعصمًا فماذا يضيرك كيد العبيد؟

Akhi..engkau akan tetap merdeka walau berada di balik jeruji besi

Akhi.. engkau akan tetap merdeka walau berada dalam ikatan besi

Jika engkau tetap berpegang teguh terhadap agama Allah

Maka tidak ada yang mampu membuatmu menderita dari berbagai tipu daya hamba?!

Nasihat untuk Ikhwanul muslimin

Ketahuilah bahwa dakwah kita akan tetap terus berjalan pada jalan yang telah digariskan, sesuai dengan peta yang telah dibuat, tidak peduli dengan berbagai tantangan dan rintangan, tidak akan pernah mundur walau berada pada banyak halangan dan hambatan, dan mungkin sangat cocok jika saya mengingatkan kepada kalian pesan yang disampaikan oleh imam Syahid Hasan Al-Banna:

“… kelak para pemimpin, penguasa, pemilik jabatan dan kekuasaan akan iri dan dengki kepada kalian, dan akan memutuskan atas kalian berbagai hukuman secara bersamaan, dan setiap pemerintah akan berusaha menghadapi aktivitas dan gerak kalian, meletakkan berbagai rintangan di jalan kalian, dan para perampas akan terus menghancurkan setiap jalan untuk menghancurkan dan mematikan cahaya dakwah kalian, dan mereka akan terus meminta bantuan pada pemerintahan yang lemah dan tangan-tangan yang menengadah untuk meminta dan kepada kalian dengan bentuk penistaan dan permusuhan, dan akan terus dibangkitkan kepada seluruh manusia di tengah dakwah kalian debu-debu keraguan dan syubhat dan kejinya tuduhan-tuduhan, bahkan mereka akan terus berusaha melekatkan berbagai kelemahan dan kekurangan, serta menampakkan dihadapan manusia pada gambaran yang keji dan kotor, dengan bersandarkan pada kekuatan dan kekuasaan mereka, harta dan eksekusi mereka

يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai”. (At-Taubah:32)

Dan kalian akan masuk pada kondisi seperti itu, dan tidak diragukan lagi kalian akan berada pada posisi yang penuh dengan cobaan dan ujian; kalian akan dipenjara dan ditangkap, diusir dan dideportasi, dirampas berbagai kepentingan kalian, dipecat dari tempat kerja kalian, digeledah rumah-rumah kalian, dan bisa jadi akan terus memanjang ujian yang akan mendera kalian …Allah berfirman:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-Ankabut:2)

Namun Allah telah memberikan janji kepada kalian setelah itu semuanya berupa kemenangan bagi para mujahidin dan ganjaran bagi para aktivis yang berbuat ihsan

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ. وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ فَآَمَنَتْ طَائِفَةٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَتْ طَائِفَةٌ فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آَمَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa Ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong agama Allah”, lalu segolongan dari Bani Israel beriman dan segolongan lain kafir; Maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang”. (As-Shaf:10-14)

Karena itu, apakah kalian akan tetap berada dan menjadi penolong Allah?!

Janganlah kalian merasa hina dan rendah diri wahai Ikhwan, janganlah kalian mundur, bersabarlah pada kebenaran yang dengannya kalian beriman, tsiqahlah pada kemenangan Allah yang sudah dekat, mohonlah kepada Allah agar dibukakan kepada kita dan umat kita akan kebenaran, karena Dialah sebaik-baik pembuka kebenaran, dan tsiqahlah bahwa dakwah harus dapat mencapai pada tujuan dan misinya selama Allah bersama kita, karena Dialah pembimbing kita dan pemberi kemenangan kepada kita.

وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا

“Dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong”. (Al-Furqan:31)

Dan mereka akan berkata: Kapankah hal itu terjadi?! Katakanlah kelak hal tersebut sudah dekat..

Allah Maha besar dan segala puji hanya milik Allah

Dan shalawat dan salam atas nabi kita Muhammad, nabi yang ummi, beserta keluarganya dan para sahabatnya..
Dan segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam.

On Label: | 0 Comment

Artikel Populer

Akuntansi, Pajak, Accurate, Tarbiyah dan Dakwah

FB _Q

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog