Modul SMK, Akuntansi, Keislaman, Tarbiyah, Motivasi dan Inspirasi

Seorang ikhwan yang telah berumur lebih dari 30thn datang kepada saya mengatakan sebuah niat baiknya bahwa dia ingin menikah. pernikahan yang sudah cukup terlambat bagi saya, tapi mungkin tidak dengan ikhwan tersebut. padahal jika melihat latar belakang ikhwan tersebut, beliau adalah orang yang sangat mampu untuk menikah ketika masa mudanya. lalu apa kemudian yang membuatnya cukup berlama-lama menikmati masa bujangnya?


Begitu banyak saat ini ikhwan dan akhwat yang “sebenarnya” sudah cukup mampu untuk menikah. tapi justru mengulur-ngulur waktu pernikahan dengan cara mempersempit berkah Allah ta’ala terhadap pribadinya.

Begitu banyak anjuran menikah yang di sampaikan oleh Allah ta’ala di dalam kitab cintanya begitupun dengan hadist-hadist rasulullah saw dan juga yang telah dicontohkan oleh para sahabat rasulullah saw. tapi ntah dalam konteks apa justru mereka mempersempit ruang ini dengan berbagai alasan yang semakin mengahncurkan nilai-nilai tauhidullah didalam hati-hati mereka mereka sendiri.

Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni'mat Allah ?" (An-Nahl [16]:72)

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Ruum [30]:21)

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (An-Nuur [24]:32)

Inilah sebagian ayat-ayat Allah ta’ala yang menganjurkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menyegerakan menuju mahligai pernikahan. Bagaimana Allah ta’ala menyampaikan, kehadiran seseorang yang halal didalam kehidupan kita akan memberikan sebuah ketentraman yang mungkin selama ini belum pernah kita rasakan, kemudian adanya kesempurnaan rasa kasih dan sayang dan tentunya hal ini hanya bagi orang-orang yang mau berfikir, merenung dan bermuhasabah tentang kehidupannya. Dan ada sebuah janji Allah ta’ala dalam hal ini kepada orang-orang yang takut apabila nantinya justru akan memikul beban yang berat ketika menjalani sebuah pernikahan. seperti yang disampaikan oleh sayyid sabiq dalam fiqh sunnahnya bahwa Allah ta’ala akan memberikan jalan kecukupan, menghilangkan kesulitan-kesulitan dan memberikan kekuatan untuk mengatasi kemiskinan sesuai dengan firman Allah ta’ala pada ayat cinta di atas.

Kemudian mari kita merujuk kepada bagaimana cara Rasulullah saw menganjurkan kita untuk menyegerakan menuju kedalam sebuah maghligai yang menyampurnakan keimanan.

Hadist Tirmidzi dari Abu Huraira bahwa Rasulullah saw bersabda, tiga golongan yang berhak ditolong Allah : "pejuang dijalan Allah, mukatib (budak yang memerdekakakn dirinya sendiri dari tuannya) yang mau melunasi pembayarannya, dan orang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram”

Bukhari dan muslim meriwayatkan dari Anas bahwa beliau bersabda “Tiga orang pernah datang kesalah satu rumah istri Nabi saw, untuk menanyakan tentang ibadah beliau saw. setelah mendengar keterangan tentang apa yang ingin mereke ketahui itu, maka mereka merasa bahwa diri mereka sangat kecil. lalu mereka berkata, “seberapalah kita ini kalau diabndingkan dengan Nabi saw, padahal belau telah diampuni dosanya yang lalu dan yang akan datang?” orang pertama menjawab, ‘aku akan mengerjakan shalat malam selama-lamanya.’ orang kedua menyahut ‘aku akan senantiasa berpuasa dan tidak akan meninggalkannya.’ orang ketiga menjawab ‘aku akan menjauhi perempuan dan tidak akan menikah seumur hidupku.’
kemudian Rasulullah saw mendatangi merek, lalu bersabda ‘Kaliankah tadi yang berkata begini dan begitu? demi Allah, bukankah aku ini orang yang paling bertakwa kepada Allah, tapi aku tetap berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, juga menikah. barangsiapa membenci sunnahku, berarti ia bukan dari umatku”

Bukhari dan muslim kembali meriwayatkan Dalam hadist abu Dzar disebutkan, Nabi saw bersabda “pada persetubuhan salah seorang diantara kalian adalah sedekah” mereka bertanya “wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kami melapiaskan syahwatnya dan mendapatkan pahala?” Nabi saw balik bertanya, “Bagaimana menurut kalian, jika ia melampiaskan dalam keharaman, bukankah ia mendapatkan dosa? demikian juga ia melampiaskannya dlaam kehalalan, maka ia mendapatkan pahala”

Kemudian Bukhari dan muslim kembali meriwayatkan hadist dari Ibnu Mas’ud ia berkata, Rasulullah saw berkata kepada kami : “Wahai para pemuda, barnagsiapa diantara kamu yang mampu ba’ah (memberikan nafkah lahir batin), maka hendaklah ia menikah, karena hal itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa karena hal itu menjadi perisai baginya”

Abu malik kamal bin as-sayyid salim menjelaskan dalam kitab fiqh sunnahnya bahwa yang dimaksud dengan ba’ah adalah biaya dan ongkos pernikahan, karena sabda nabi ini ditujukan kepada orang yang telah mempu berjima’. sedangkan al-wija’ adalah apa dapat meredam syahwat. Untuk lebih jelasnya lebih baik merujuk pada tulisan arabnya agar lebih jelas dapat dilihat pada Fiqh Sunnah Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim Jilid 4 Kitab Pernikahan terbitan Pustaka at-Tazkia.

Saya ingin menambahkan penjelasan daripada hadist ini, dimana saya menemukan sebuah pembahasan menarik pada buku ustadz Mohammad Fauzil Adhim tentang ba’ah ini.

***

Ada seorang wanita menemui Rasulullah saw. suaminya merupakan seorang yang kaya, tetapi tidak meberikannya nafkah yang cukup kepadanya. lalu kemudian apakah dibolehkan bagi si istri untuk mengambil harta suaminya tersebut tanpa sepengetahuan suaminya sehingga nafkah atau kebutuhannya tercukupi dengan hal tersebut. dan ketika itu Rasulullah saw membolehkannya dengan catatan sebatas yang dibutuhkan saja.

Ibrah yang bisa diambil dari kisah ini adalah bahwa kemampuan ekonomi tidaklah selalu menunjukkan kesiapan untuk memberi nafkah. banyak wanita yang terlunta-lunta, menderita kekurangan, bukan karena merasa kurang dengan apa yang diberikan oleh suaminya. melainkan karena suami itu tidak pernah mencukupi kebutuhannya padahal secara ekonomi sang suami mampu untuk memenuhinya.

Nah, atas dasar ini kemudian ustadz fauzil adhim tidak sepakat jika ada yang mengartikan ba’ah ini ditafsirkan sebagai kemampuan ekonomi. Karena justru ‘Ali bin Thalib menikahi putri Rasulullah saw dalam kondisi yang tidak memiliki apa-apa dan untuk memenuhi mahar dia harus menjual baju perangnya. Jika konteksnya ba’ah ini berarti kemampuan ekonomi dalam arti kemapanan, tentu Ali bin thalib tidak akan dinikahkan saat itu. Untuk itu ustadz fauzil adhim berpendapat bahwa ba’ah ini lebih pas jika kita pahami bersama sebagai kesiapan memberi nafkah.

Lalu apa yang dimaksud dengan kesiapan ekonomi dan kesiapan memberi nafkah? Dimakah letak perbedaannya?

Hal ini aka kita bahas nanti. tapi jika tidak sabar beli saja buku ustadz Mohammad Fauzil Adhim yang berjudul “Saatnya untuk menikah”.

***

Inilah anjuran-anjuran pernikahan yang disampaikan oleh Rasulullah saw. bahwa pernikah tidak akan perna menyulitkan hamba-hamba Nya. justru akan begitu banyak sekali pertolongan-pertolongan Allah ta’ala ketika pernikahan itu diberangi dengan niat-niat untuk memproteksi diri dengan kondisi lingkungan yang semakin jahiliyah. dan teruntuk para ikhwan yang masih bimbang dengan jalan ini, bagaimana sudah saatnya antum untuk merenung dan bermuhasabah diri dan belajar untuk mengenali diri antum dimakah posisi diri antum saat ini? Apakah antum hanya orang yang mempunyai kesiapan secara ekonomi tapi antum tidak sanggup untuk memberikan nafkah atau justru antum orang tidak mempunyai kemampuan ekonomi tapi antum memiliki kesiapan dalam memberikan nafkah?

Para sahabat Rasulullah saw, orang-orang yang telah dijanjikan surga oleh Allah ta’ala mereka tak ketinggalan dalam menganjurkan kepada kita betapa pentingnya menuju pernikahan ini

Bukhari meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair, ia berkata, Ibnu Abbas ra berkata kepadaku, “Apakah engkau sudah menikah?” aku menjawab, “Belum” ia berkata “Menikahlah, sesungguhnya sebaik-baik umat ini adalah yang paling banyak istrinya”

Kemudian dalam kitab Fiqh Sunnah Sayid Sabiq beliau menuliskan bahwa Ibnu Mas’ud berkata “Seandainya umurku hanya tinggal sepuluh hari lagi, tentu aku akan menikah juga karena takut fitnah”

Rasanya cukup sampai disini topik untuk menyegerakan pernikahan, ketika itu telah tiba masanya. dan sudah cukup jelas pula kapan masa-masa itu sesuai dengan yang telah dijelaskan dalam Al Quran, hadist-hadist Rasulullah saw dan juga para sahabat.

Dari keterangan-keterangan di atas saya bukan mengatakn bahwa antum semua bukan tidak mau menikah, tapi kenapa sebuah kesempurnaan ini harus ditunda-tunda karena motivasi dunia yang belum jelas kemana arahnya. motivasi-motivasi yang justru mempersempit cara berfikir kita, mengecilkan yang sesungguhnya begitu luas rezki Allah ta’ala bahkan mungkin kita sendiri telah menciptakan sebuah berhala yang bernama materialisme seperti yang disampaikan oleh ustadz Cahyadi Takariawan dalam bukunya Dijalan Dakwah Aku Menikah.

Wallahualam

Oleh : Faguza Abdullah
http://www.islamedia.web.id/2011/06/segerakanlah.html

No comments for "Segerakanlah ....."!

Artikel Populer

Akuntansi, Pajak, Accurate, Tarbiyah dan Dakwah

FB _Q

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog