Modul SMK, Akuntansi, Keislaman, Tarbiyah, Motivasi dan Inspirasi

BERUBAH atau MATI! Untuk apa suatu organisasi terus dipertahankan kalau ia hanya menjadi beban masyarakat? Hidup, tetapi mengidap penyakit ketuaan, tidak memberi manfaat, dan menyulitkan banyak orang. Kalimat ini adalah opening note yang sedikit saya revisi dari sebuah buku yang saya baca beberapa waktu lalu tentang perubahan.

Perubahan atau change bukanlah kata yang asing di telinga kita. Salah satu contohnya adalah “mahasiswa itu agen perubahan”. Dan kita memahami bahwa perubahan itu tidak kemudian dilakukan dari hal yang mula-mula besar, tapi dirintis dari hal-hal yang kecil. Akan tetapi, meskipun begitu, banyak kemudian orang yang susah melakukan perubahan meski kecil, hanya karena alasan susahnya memulai untuk berubah. Tidak banyak memang orang yang mampu melihat momentum perubahan, apa saja yang harus diubah, dan bagaimana merubahnya. Dari sebagian orang yang mampu ‘melihat’ perubahan, hanya beberapa yang kemudian mampu melakukan sesuatu atau bergerak untuk berubah. Banyak dari kita kemudian hanya mampu menjadi penonton dalam melihat realitas yang ada. Tidak berhenti sampai disini, dari beberapa yang mampu ‘bergerak’ itu perlu disadari bahwa hanya ada sedikit yang ‘mampu menuntaskan perubahan’. Melihat realitas hari ini dengan perubahan yang terjadi, di dalam diri kita, lingkungan kita, hingga bangsa kita, sudahkah perubahan yang terus menerus dilakukan itu tuntas sehingga kita layak menyandang gelar seorang agen perubahan?

“We can not solve the problem by using the same kind of thinking we used when we created them”. - Albert Enstein. Sebagian besar orang telah terperangkap oleh kesuksesan masa lalu. Pada beberapa hal, kita kemudian seringkali menggunakan cara-cara yang sama, strategi yang sama, dalam meyelesaikan permasalahan yang terus bergulir pada jaman yang berbeda. Seperti kata Peter Drucker, bahaya terbesar dalam turbulensi bukanlah turbulensi itu sendiri, melainkan "cara berpikir kemarin" yang masih digunakan untuk menyelesaikan masalah hari ini. Sometimes, nowadays, we have to change the rule of the game! Semestinya, ada inovasi solusi dalam mensiasati persoalan yang bergulir ketika menghadapi medan yang sangat variatif. Hal ini kemudian bisa jadi menjawab permasalahan-permasalahan kita di lapangan dalam kerja-kerja kita. Ketika terjadi sebuah hambatan dalam mengusung perubahan banyak yang kemudian stagnan dengan beribu alasan, atau tidak mampu ‘melihat’ secara visioner, ‘bergerak’ dengan kerja cerdas --bukan sekedar kerja keras, lalu menuntaskan sebuah perubahan.

Ada beberapa hal yang kemudian menghalangi kita dalam mengusung dan menuntaskan perubahan. Apakah itu? Mari kita uraikan sebagai berikut. Jika ada beberapa orang yang hendak pergi ke suatu tempat yang belum pernah ia kunjungi, seharusnya apa yang dia bawa? Peta. Ya, betul sekali. Peta adalah hal yang penting dalam perjalanan gerak menuju perubahan. Jangan sampai kemudian kita membawa peta yang salah. Sekalipun dalam perjalanan tersebut sudah ditunjuk seorang pemimpin, tetap saja semua anggota tim harus mampu ‘melihat’ medan. Hal ini penting, karena jika hanya pemimpin yang mampu melihat medan, bagaimana perubahan itu akan terjadi? Itu tidak mungkin terjadi. Tugas seorang pemimpin adalah menjadi co-team yang membantu mengarahkan dan mempercepat pengambilan keputusan. Begitupun dalam aktivitas kita. Tidak seharusnya kemudian mengandalkan hanya pada pemimpin atau oang-orang tertentu dalam tim. A leader takes people where they want to go. A great leader takes people where they don’t necessarily want to go but ought to be (Rosalynn Carter).

Berikutnya, tentang disiplin. “Bagaimana mau bicara soal disiplin organisasi kalau soal disiplin diri aja masih ribet”, pernyataan ini sempat terlontar dalam diskusi ringan saya dengan seorang teman beberapa tahun yang lalu. Setiap organisasi punya kultur, beberapa organisasi memiliki kedisiplinan, namun hanya sedikit organisasi yang punya kultur kedisiplinan. Selebihnya yang sangat menghalangi perubahan adalah kesolidan organisasi, komunikasi yang tidak berimbang, dan komitmen yang tidak kuat. Apabila hal-hal tersebut mampu di-cover semestinya tidak ada hambatan lagi untuk berubah.

Meminjam kata Mahatma Gandhi, kebahagiaan akan terjadi ketika apa yang kita pikirkan, apa yang kita katakan, dan apa yang kita lakukan kemudian menyatu dalam sebuah harmoni. Rangkaian kata tersebut sebenarnya telah kita pahami dalam Islam sebagai sebuah iman, a belief. Ketika kemudian kita menyadari bahwa setiap progress yang kita lakukan adalah bagian dari perjalanan perubahan hidup kita, maka pasti nantinya akan muncul sebuah harapan. Harapan itu akan seperti sebuah jalan di sebuah kota, dimana jalan itu semula tidak ada, lalu orang-orang berjalan di atasnya, barulah kemudian jalan itu terlihat keberadaannya (the road of hope comes into existence). Harapan perlu dipelihara dan dikendalikan dengan baik karena ia merupakan ekspektasi yang jika tidak diarahkan dengan benar justru akan menumbuhkan benih kekecewaan-kekecewaan apabila tidak tercapai.

Ada seseorang yang mengungkapkan bahwa, “Seorang pemimpin yang gagal menyelesaikan perubahan adalah seperti mahasiswa yang tak pernah diwisuda”. Atau dalam ungkapan lain yang pernah saya alami, meminjam redaksional Bunda Marwah Daud Ibrahim, “Bukan sebuha skripsi yang menggebrak, luar biasa idenya yang bagus, tapi juga ia yang selesai atau tuntas”. Begitupun dengan perubahan, bukan yang sangat menggelegar, atau penuh mimpi-mimpi tinggi, tapi apakah ia adaptif? Apakah ia aplikatif? Apakah ia mampu di target, diberi indicator dan dituntaskan? Oleh karena itu, kita harus pandai-pandai dalam me-manaj sebuah perubahan dimanapun kita berada, baik untuk diri kita sendiri, organisasi yang kita terlingkup di dalamnya, untuk masyarakat luas, ataupun untuk negeri kita tercinta, Indonesia. Seorang pemuda hari ini tidak lagi menunggu momentum ”melihat rakyat tertindas” terlebih dahulu untuk berubah dan selalu mengulang sejarah. Sukarno telah berpesan, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, akan tetapi perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Untuk mahasiswa muslim Indonesia, selamat bergerak, teruskan perjuangan, tuntaskan perubahan! []


Penulis : Ita Roihanah, ST
Freelance Architect and Researcher
Sekretaris Departemen Kebijakan Publik KAMMI Malang Raya

No comments for "CHANGE....i"!

Artikel Populer

Akuntansi, Pajak, Accurate, Tarbiyah dan Dakwah

FB _Q

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog