Risalah dari Muhammad Badi’, Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, 27-05-2010
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam atas Rasulullah saw, dan orang-orang yang mendukungnya…selanjutnya
Jika setiap orang menyadari akan posisinya yang diberikan oleh Islam lalu memberikan perhatian penuh terhadap kehidupan ini, maka dirinya akan mengetahui akan nilai jati dirinya, tarbiyahnya dan eksistensinya, terutama karena kita semua terlahir dalam keadaan fitrah (suci). Oleh karena hendaknya kita menyadari akan tanggung jawab menjaga lembaran putih kehidupan kita, jauh dari kekacauan, acak adul (serampangan) dan egoisme, dan mengisinya dengan senantiasa membela diri dari segala tindak tanduk kezhaliman yang menimpa diri dan saudaranya. Berusaha membersihkan dan meningkatkan diri dengannya merupakan bagian dari kaidah-kaidah menuju kemajuan dan partisipasi, apa lagi kita sangat membutuhkan ketaqwaan (kesalehan) yang dapat memberikan kita tsiqah (percaya diri) dalam jiwa dan tawakkal kepada-Nya serta bersandar penuh kepada-Nya. Betapa besar diri kita membutuhkan taqwa yang dipersenjatai dengan kesadaran dan kepahaman sehingga dapat menuntun kita untuk berfikir dan merenung, mendapat arahan, petunjuk dan prilaku yang seimbang dalam kehidupan ini. Allah SWT berfirman:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik”. (Yusuf:108)
Kehidupan para pemerhati diri; terdepan dan sigap
Terdapatlah seseorang yang memiliki kedudukan pada kaumnya, lalu Nabi saw menyerukan Islam kepadanya setelah perang Badar, beliau berkata: “Wahai pemilik kedudukan! Tidakkah engkau masuk Islam sehingga menjadi orang yang terdepan pada umat ini! Maka iapun menolaknya dan berkata: “Jika engkau berhasil menguasai Mekah dan menghuninya, nabi saw bersabda lagi: “Jika engkau masih hidup nanti, kelak akan menyaksikannya,” lalu dzul Jausyin berkata: Demi Allah, pada saat aku datang sambil berkendara. Saya berkata: darimana? Dia berkata: dari Mekah. Saya berkata: apa beritanya? Ia berkata: Nabi Muhammad telah menguasai Mekah dan menghuni didalamnya. Ia berkata: saya berkata: Aku telah dibohongi ibuku! Seandainya aku masuk Islam pada saat itu”. (Usudul ghabah)
Pada saat terjadi perang Al-Yamamah, ketika Khalid merasakan panasnya pertempuran, beliau terus melindungi dan memperkuat, lalu berbalik kepada al-Barra bin Malik dan berkata: “pergilah menuju mereka wahai pemuda Anshar .. lalu Barra berpaling kepada kaumnya dan berkata: “Wahai Anshar jika tidak ada yang berpikir dari kalian kembali ke Madinah, maka tidak ada lagi kota Madinah setelah ini .. namun sesungguhnya Allah adalah Esa kemudian surga…Kemudian ia dibawa menghadap orang-orang musyrik dan mereka membawa bersamanya, ini adalah yang pertama dan paling penting tugas perlucutan senjata untuk meluluhkan hati, maka dari itu mulailah dari hati Anda.
Darimanakah muncul jati diri kita?
Allah telah memberikan ikatan berupa pengaruh dalam melakukan perbaikan dan perubahan terhadap potensi diri, Allah SWT berfirman:
يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ
“Wahai Yahya, ambillah buku ini dengan penuh kekuatan” (Maryam: 12),
Kekuatan dalam mengeksplorasi energi diri, kekuatan dalam menghadapi kesulitan, kekuatan dalam meningkatkan jati diri dengan nilai-nilai Islam, kekuatan terhadap kepercayaan diri dan cita-cita, meskipun kendala dan cobaan senantiasa menghadang, karena tidak semua penderitaan dapat melemahkan kehendak dan meluruskannya namun terdapat didalamnya kemenangan!.
Tidaklah ada sesuatu yang dapat memperkuat diri dalam menghadapi kelemahan dan putus asa dari melakukan perbaikan dan perubahan, kecuali bagian dari panggilan menuju kemalasan dan kelalaian serta ketidakpedulian, seperti ungkapan apa manfaatnya berpartisipasi dalam pemilihan umum (pemilu) sementara hasilnya sudah dapat ditebak? Dan lain-lainnya dari kondisi kemalasan dan kebodohan yang begitu banyak, dan cara untuk menghilangkan kebodohan ini adalah dengan terus menerus bekerja sesuai target, terorganisir dan berkesinambungan sehingga dapat memunculkan di dalamnya peningkatan pribadai dalam bekerja. Allah SWT berpesan kepada Rasul-Nya saw:
فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus”. (Az-Zukhruf:43)
Dan sabda nabi saw: “Anda telah mengetahuinya maka komitmenlah”; Maksudnya adalah tanggungjawab tersebut adalah tanggungjawab Anda, dan Anda harus memiliki keyakinan akan kemuliaan yang ada emban dari sebuah amanah dan besarnya ganjaran yang telah menanti Anda.
Dari sinilah kita akan terbebas dari berbagai kekangan, karena kebebasan dan kemerdekaan merupakan bagian dari semangat kerja yang harus terus berkesinambungan, dan kebebasan dan kemerdekaan adalah satu cara dalam mengatasi segala bentuk penindasan dan tirani eksternal, begitupula internal dalam bentuk penghambaan jiwa terhadap hawa nafsu , karena pada hakikatnya jiwa manusia cinta akan kebebasan dan kemerdekaan, dan lubuk hatinya juga sangat senang dengan kemerdekaan, dan hal tersebut tidak akan terwujudkan kecuaali dengan menghambakan diri kepada Allah dengan penuh keikhlasan, melawan berbagai tindak kekejaman external dan perbudakan internal. Nabi saw bersabda:
“Barangsiapa yang rela dengan kehinaan dirinya dengan taat kepada yang lain tanpa ada paksaan maka bukan golongan kami”,
“Barangsiapa yang meninggal dalam mempertahankan hartanya maka ia adalah syahid, barangsiapa yang meninggal karena mempertahankan tanah kelahirannya maka ia adalah syahid dan berangsiapa yang meninggal dalam rangka mempertahankan kehormatannya maka ia adalah syahid”;
Allah SWT juga berfirman:
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan”. (Maryam: 59)
Nabi saw juga bersabda:
“Merugilah hamba harta (dinar), Merugilah hamba harta (dirham), Merugilah hamba harta (permadani), Merugilah hamba harta (makanan)”
Melalui efektivitas jati diri inilah akan mampu membangkitkan umat Islam, dan dengannya pula akan mampu mendorong jiwa dalam menunaikan tugas dan amanah dengan baik, sementara jika hilang maka mengubah berbagai pekerjaan pada keterlambatan dan kelambanan, tanpa menggunakan akal, tanpa memahami, dan tanpa itqan (professional).
Positifisness sarana membangun umat
Diantara hak bangsa pada anak bangsanya adalah: menjadikan bangsa maju dalam fikiran dan akal mereka dimanapun mereka berada, memiliki rasa tanggung jawab penuh terhadapnya. Dan tanggung jawab pada setiap anak bangsa ini bukanlah hal yang baru atas mereka, namun harus senantiasa dibangun bagi mereka yang memiliki sikap positifisme, terutama pada saat mereka mau merubah fikiran, nilai-nilai dan konsep pada praktik dan perilaku secara nyata dan kongkret. Allah berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (An-Nahl:97)
Dan sejarah umat manusia menegaskan akan hal tersebut, maka dikatakan:
Bahwa suatu bangsa dan peradabannya akan jatuh dan runtuh oleh karena runtuhnya nilai-nilai internal bukan eksternal, terutama yang berkaitan dengan ruh (spirit), kehendak dan karakter, dan bahwasanya jatuhnya suatu bangsa merupakan sunnah ilahiyah yang adil. Pertama karena Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka yang mengubah nasib mereka sendiri. Karena itu, ditangan umat itu sendirilah perubahan kondisi menuju yang terbaik dapat terjadi, sekalipun kondisi umat sedang memburuk, namun perbaikan dapat mungkin dilakukan pada setiap saat dengan syarat memiliki keinginan yang kuat. Dan tanggung jawab untuk menyelamatkan umat dari keruntuhan adalah tanggung jawab semua warga negara tanpa terkecuali, sesuai dengan bidangnya masing-masing, sesuai dengan kemampuan dan potensinya, dengan cara adanya perasaan dari semua orang yang terlibat dalam penyelamatan, dengan tanggung jawab dan kepercayaan diri pada kemampuannya untuk melakukan perbaikan dan perubahan. Dan sesuai dengan penegasan ini maka kebangkitan umat dapat mungkin terjadi bahkan pasti terjadi, dan kita semua memiliki unsur-unsur kekuatan dan kebangkitan, asalkan kita tahu bagaimana menggunakannya untuk kepentingan dan pelayanan umat kita.
Dalam Al-Qur’an banyak contoh-contohnya. Allah berfirman:
وَجَاءَ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ . اتَّبِعُوا مَنْ لا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُمْ مُهْتَدُونَ . وَمَا لِي لا أَعْبُدُ الَّذِي فَطَرَنِي وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu”. ikutilah orang yang tiada minta Balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan? (Yasin:20-22) adalah karena jati diri dan positifisme.
Allah juga berfirman:
﴿ وَقَالَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَانَهُ أَتَقْتُلُونَ رَجُلاً أَنْ يَقُولَ رَبِّي اللهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ وَإِنْ يَكُ كَاذِبًا فَعَلَيْهِ كَذِبُهُ وَإِنْ يَكُ صَادِقًا يُصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِي يَعِدُكُمْ
“Dan seorang laki-laki yang beriman di antara Pengikut-pengikut Fir’aun yang Menyembunyikan imannya berkata: “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena Dia menyatakan: “Tuhanku ialah Allah Padahal Dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. dan jika ia seorang pendusta Maka Dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu”. (Ghafir:28) adalah karena jati diri dan positifisme.
Dalam hadits disebutkan:
ورجل آخذ بعنان فرسه كلما سمع هيعة طار إليها
“Dan seseorang yang mengambil dengan terang-terangan kudanya setiap kali mendengar panggilan langsung meloncat kepadanya”. adalah karena jati diri dan positifisme.
Dan sabda nabi saw:
المؤمن إلف مألوف، ولا خير فيمن لا يألف ولا يؤلف
“Seorang mukmin adalah kesatuan yang berhimpun, tidak menyatu dan tidak bisa disatukan”. adalah karena jati diri dan positifisme.
Dengan keseimbangan ini menjadi bekal gerakan kita
Yang dimaksud disini adalah bergerak bersama umat dan masyarakat, sehingga seseorang yang hidup sendiri untuk memberi manfaat dalam gerak yang berkesinambungan, tidak mengenal kata berhenti, dan dengan keseimbangan ini kita akan menghadapi dan menghadang berbagai konspirasi, karena musuh-musuh Islam tidak akan berhenti melakukan konspirasi dari satu kondisi ke kondisi lainnya; Oleh karena itu diantara bentuk proses menuju posistifisme adalah menyadari dan mengenal berbagai rencana konspirasi, tidak tertipu oleh berbagai bentuk ide maker mereka, tidak terpengaruh dengan berbagai apologi syubhat mereka, senantiasa berhati-hati terhadap ajakan destruktif mereka dan menanggapi serangan mereka dengan senantiasa komitmen pada agama dan mempertahankannya .. Imam Al-Banna telah memberikan peringatan kepada kita untuk tidak terjerumus di dalamnya, menyimpang dan berdamai atasnya serta tertipu dengan yang lainnya”.
Dengan demikian, kami mengingatkan kepada siapa saja yang ingin menggapai jati diri dan positifisme untuk berhati-hati dari perbuatan dosa dan maksiat, kehendak yang lemah, kebodohan, inersia (jumud), sibuk dengan dunia, berlepas diri dari realitas kondisi umat, dan semua ini membutuhkan usaha keras untuk melakukan perlawanan guna merealisasikannya, sehingga membiarkan mereka tinggal bersama umat, menjarah kekayaan umat, dan mencuri sumber dayanya ketika anak-anak bangsa dalam kondisi lalai.
sungguh Indah apa yang dilakukan imam Al-Banna, ketika beliau merumuskan jalan menuju kepribadian dengan empat karakter:
متين الخلق، قوي الجسم، مثقف الفكر، قادر على الكسب”، ثم وجهنا إلى التربية الذاتية بثلاث صفات: “سليم العقيدة، صحيح العبادة، مجاهد لنفسه”، وبهذا تتحقق الإيجابية بثلاث صفات: “منظم في شئونه، حريص على وقته، نافع لغيره
“Akhlak yang solid, tubuh yang prima, berpikir intelek, mampu mencari nafkah sendiri, ” kemudian kita diarahkan pada tarbiyah diri dengan tiga karakter: “akidah yang bersih, ibadah yang benar, gigih pada dirinya sendiri”, sehingga dengan demikian mampu membentuk positifisme dengan tiga karakter lainnya: “Teratur dalam urusannya, pandai mengatur waktunya, dan bermanfaat bagi orang lain.”
Wahai anak bangsa:
Asahlah semangat pada diri dan jiwa positif kalian, fungsikanlah potensi-potensi kalian, karena umat sangat membutuhkan kalian terhadap apa yang dapat kalian berikan walaupun sedikit, bekerjalah untuk mencerdaskan obsesi dan ambisi kalian, dan doronglah masyarakat untuk bekerja dan berusaha, gunakanlah kesempatan sebaik mungkin .. Imam Ali ra pernah berkata:
الفرصة تمر مر السحاب، فانتهزوا فرص الخير
“Kesempatan berlalu seperti berlalunya awan, maka gunakanlah kesempatan tersebut sebaik-baiknya”.
Investasikanlah kenyataan yang ada karena hal tersebut merupakan bagian dari perencanaan,”
Imam Al-Banna pernah berkata tentang karakteristik semangat yang tinggi:
فهو دائم التفكير، عظيم الاهتمام، إذا دُعي أجاب، وإذا نودي لبَّى، لا يبتعد عن الميدان العملي، يجد راحته وأنسه ومتعته في العمل
“yaitu yang senantiasa berpikir, memiliki perhatian besar, jika diseru segera merespon, jika dipanggil segera menjawab, tidak jauh dari medan kerja, dan senatiasa mendapatkan waktu istirahatnya, kenyamanannya dan kenikmatannya di tempat kerja “
tujuannya adalah menggapai ridha Allah dan memenangkan surga untuk menjadi
خير الناس أنفسهم للناس
“sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia.”
Hindarilah sikap negatif terhadap umat manusia, karena orang yang memiliki sikap positif senantiasa membersihkan hati mereka dari yang negatif, dan mendorong orang-orang yang memiliki sikap positif untuk bekerja, dan renungkanlah apa yang diucapkan oleh orang-orang yang memiliki sikap negatif saat melihat kondisi umat seperti yang difirmankan Allah:
لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا
“Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang Amat keras?”
lalu Al-Qur’an merekam apa yang diungkapkan oleh orang-orang yang berjiwa positif. Allah berfirman:
مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“mereka menjawab: “Agar Kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa”. (Al-A’raf:164)
Dan akhir dari seruan dan doa kami adalah bahwa segala puji hanya milik Allah.
Artikel Populer
Akuntansi, Pajak, Accurate, Tarbiyah dan Dakwah
FB _Q
Diberdayakan oleh Blogger.
No comments for "Jati diri dan Positifisme Jalan Menuju Kebangkitan Umat Islam"!
Posting Komentar