..lewat mundurnya Arifinto, PKS menunjukkan beda dengan partai lainnya. PKS melakukan hal yang hampir tak mungkin dilakukan partai lain. Dengan segala kekurangannya, partai ini relatif masih paling mengusung moralitas di kancah politik nasional. (Zaim Uchrowi)
...
Oleh Zaim Uchrowi
Arifinto sungguh disayang Tuhan. Anggota DPR itu saya yakin seorang yang baik. Lebih baik dari rata-rata orang, lebih baik dari kebanyakan rekan legislatifnya. Tapi, sebaik-baik orang tentu punya kelemahan, tak terkecuali orang baik ini. Ia melakukan yang tak patut bagi orang sebaik dirinya, apalagi di tengah rapat Paripurna DPR—rapat yang semestinya diikuti cermat oleh semua pesertanya.
Allah SWT mengingatkannya lewat lensa kamera wartawan. Hal yang sesaat tentu memukul perasaannya juga perasaan rekan-rekan separtainya yang memosisikan diri untuk menegakkan moral. Pukulan tertelak tentu harus ditanggung keluarganya. Mereka tiba-tiba harus mendapat kerlingan aneh orangorang di sekitarnya. Tapi, seorang Arifinto tentu seorang realistis. Ia sadar dan siap memikul konsekuensi atas perbuatannya.
Tak banyak orang yang segera di ingatkan Tuhan begitu berbuat salah. Tak sedikit orang yang berbuat salah lebih parah dari dia, namun dibiarkan Tuhan. Banyak pejabat yang gemar berzina juga rajin menilap uang rakyat dengan berbagai cara, baik yang kasar maupun yang tampak beradab, tapi Allah membiarkannya. Mereka dibiarkan hanyut dalam perbuatan kotornya dan tak dipermudah jalannya untuk kembali menjadi orang baik.
Arifinto tidak seperti itu. Ia tidak pernah benar-benar kotor seperti banyak orang lain yang tampak baik dan terhormat —padahal tidak. Nuraninya relatif terjaga. Ketika menyadari telah melakukan hal yang tak patut, segera ia menginstro speksi diri. Ia memilih mengundurkan diri. Hal yang hampir tak akan pernah dilakukan siapa pun di DPR, bahkan oleh mereka yang memiliki kesalahan lebih besar.
Di dalam dunia politik kita, mundur belum biasa. Sangat berbeda dengan Jepang. Pejabat yang dinilai kurang patut, berdasarkan norma Jepang, akan segera mundur. Pejabat yang dituding bersalah oleh publik akan mundur. Mereka tidak akan mencoba membela diri, dan mereka tidak sibuk berdalih menutupi kesalahan atau kekurangannya. Buat mereka, jabatan adalah kepercayaan. Bila kepercayaan pada dirinya hilang, dia akan segera menyerahkan jabatan. Apalagi kalau jelas membuat kesalahan.
Arifinto mengingatkan kita pada nilai itu. Ia mundur dari jabatannya. Hal yang dulu juga dilakukan Bung Hatta. Kebetulan atau tidak, menurut pakar politik Indra J Piliang, keduanya orang Bukittinggi. Daerah yang di masa-masa awal Indonesia banyak melahirkan pemimpin besar. Mundur dari jabatan bahkan dilakukan oleh pemimpin yang dituding pengeritiknya sebagai otoriter, seperti Soeharto. Merasa rakyat tak membutuhkannya lagi, Soeharto mundur.
Tak gampang buat memutuskan mundur. Hanya orang yang sungguh paham dan sadar apa arti jabatan yang berani mundur. Seorang yang berani mundur tahu betul bahwa jabatan bukan tujuan, jabatan hanya sarana. Bukan sarana buat memupuk kejayaan diri sendiri, melainkan sarana untuk membangun keadaan lebih baik untuk masyarakat. Maka, jabatan harus dipikul dengan penuh martabat. Jabatan dijaga dengan kepatutan dan moralitas tinggi. Seorang yang mengincar jabatan buat kejayaan diri tidak akan pernah mau mundur. Mereka akan gunakan segala cara untuk mempertahankan jabatan.
Sebaliknya bagi orang bernurani yang tahu jabatan hanya sarana, mereka akan mundur saat telah melanggar kepatutan memikul jabatan. Mereka akan mundur ketika jabatan tak lagi efektif untuk menggapai tujuan membuat kebaikan di masyarakat. Itu yang dilakukan Hatta begitu Soekarno mulai membangun pemerintahan otoriter berlabel demokrasi terpimpin.
Arifinto membuat langkah penting bagi bangsa ini, membiasakan budaya mundur. Hal yang tentu tak lepas dari sikap partainya, PKS. Partai yang dalam beberapa waktu terakhir banyak dihujani cobaan, termasuk pada kasus ini. Namun, lewat mundurnya Arifinto, PKS menunjukkan beda dengan partai lainnya. PKS melakukan hal yang hampir tak mungkin dilakukan partai lain. Dengan segala kekurangannya, partai ini relatif masih paling mengusung moralitas di kancah politik nasional.
*)sumber: Republika edisi Jumat (15/4/11)
*posted: pkspiyungan.blogspot.com
...
Oleh Zaim Uchrowi
Arifinto sungguh disayang Tuhan. Anggota DPR itu saya yakin seorang yang baik. Lebih baik dari rata-rata orang, lebih baik dari kebanyakan rekan legislatifnya. Tapi, sebaik-baik orang tentu punya kelemahan, tak terkecuali orang baik ini. Ia melakukan yang tak patut bagi orang sebaik dirinya, apalagi di tengah rapat Paripurna DPR—rapat yang semestinya diikuti cermat oleh semua pesertanya.
Allah SWT mengingatkannya lewat lensa kamera wartawan. Hal yang sesaat tentu memukul perasaannya juga perasaan rekan-rekan separtainya yang memosisikan diri untuk menegakkan moral. Pukulan tertelak tentu harus ditanggung keluarganya. Mereka tiba-tiba harus mendapat kerlingan aneh orangorang di sekitarnya. Tapi, seorang Arifinto tentu seorang realistis. Ia sadar dan siap memikul konsekuensi atas perbuatannya.
Tak banyak orang yang segera di ingatkan Tuhan begitu berbuat salah. Tak sedikit orang yang berbuat salah lebih parah dari dia, namun dibiarkan Tuhan. Banyak pejabat yang gemar berzina juga rajin menilap uang rakyat dengan berbagai cara, baik yang kasar maupun yang tampak beradab, tapi Allah membiarkannya. Mereka dibiarkan hanyut dalam perbuatan kotornya dan tak dipermudah jalannya untuk kembali menjadi orang baik.
Arifinto tidak seperti itu. Ia tidak pernah benar-benar kotor seperti banyak orang lain yang tampak baik dan terhormat —padahal tidak. Nuraninya relatif terjaga. Ketika menyadari telah melakukan hal yang tak patut, segera ia menginstro speksi diri. Ia memilih mengundurkan diri. Hal yang hampir tak akan pernah dilakukan siapa pun di DPR, bahkan oleh mereka yang memiliki kesalahan lebih besar.
Di dalam dunia politik kita, mundur belum biasa. Sangat berbeda dengan Jepang. Pejabat yang dinilai kurang patut, berdasarkan norma Jepang, akan segera mundur. Pejabat yang dituding bersalah oleh publik akan mundur. Mereka tidak akan mencoba membela diri, dan mereka tidak sibuk berdalih menutupi kesalahan atau kekurangannya. Buat mereka, jabatan adalah kepercayaan. Bila kepercayaan pada dirinya hilang, dia akan segera menyerahkan jabatan. Apalagi kalau jelas membuat kesalahan.
Arifinto mengingatkan kita pada nilai itu. Ia mundur dari jabatannya. Hal yang dulu juga dilakukan Bung Hatta. Kebetulan atau tidak, menurut pakar politik Indra J Piliang, keduanya orang Bukittinggi. Daerah yang di masa-masa awal Indonesia banyak melahirkan pemimpin besar. Mundur dari jabatan bahkan dilakukan oleh pemimpin yang dituding pengeritiknya sebagai otoriter, seperti Soeharto. Merasa rakyat tak membutuhkannya lagi, Soeharto mundur.
Tak gampang buat memutuskan mundur. Hanya orang yang sungguh paham dan sadar apa arti jabatan yang berani mundur. Seorang yang berani mundur tahu betul bahwa jabatan bukan tujuan, jabatan hanya sarana. Bukan sarana buat memupuk kejayaan diri sendiri, melainkan sarana untuk membangun keadaan lebih baik untuk masyarakat. Maka, jabatan harus dipikul dengan penuh martabat. Jabatan dijaga dengan kepatutan dan moralitas tinggi. Seorang yang mengincar jabatan buat kejayaan diri tidak akan pernah mau mundur. Mereka akan gunakan segala cara untuk mempertahankan jabatan.
Sebaliknya bagi orang bernurani yang tahu jabatan hanya sarana, mereka akan mundur saat telah melanggar kepatutan memikul jabatan. Mereka akan mundur ketika jabatan tak lagi efektif untuk menggapai tujuan membuat kebaikan di masyarakat. Itu yang dilakukan Hatta begitu Soekarno mulai membangun pemerintahan otoriter berlabel demokrasi terpimpin.
Arifinto membuat langkah penting bagi bangsa ini, membiasakan budaya mundur. Hal yang tentu tak lepas dari sikap partainya, PKS. Partai yang dalam beberapa waktu terakhir banyak dihujani cobaan, termasuk pada kasus ini. Namun, lewat mundurnya Arifinto, PKS menunjukkan beda dengan partai lainnya. PKS melakukan hal yang hampir tak mungkin dilakukan partai lain. Dengan segala kekurangannya, partai ini relatif masih paling mengusung moralitas di kancah politik nasional.
*)sumber: Republika edisi Jumat (15/4/11)
*posted: pkspiyungan.blogspot.com
No comments for "Berani Mundur"!
Posting Komentar