Modul SMK, Akuntansi, Keislaman, Tarbiyah, Motivasi dan Inspirasi

Oleh: DR. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy*
*** 
Rasulullah saw bersabda :
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ (رواه مسلم )
“Adalah sebuah keburukan yang nyata, apabila seorang muslim menghina saudaranya.” (HR. Muslim)
Penggalan hadits Rasulullah saw ini berisi larangan keras bagi seorang muslim untuk menghina saudara muslim lainnya, dengan jalan apapun ia merendahkannya dan karena sebab apapun. Menghina adalah memicingkan mata dan meremehkan seseorang, orang yang hina adalah yang kecil tak bermakna, baik dilihat dari sisi fisik maupun maknanya, dengan ini kita bisa membedakan antara kritik yang disyariatkan apabila ada alasan yang mendasarinya dengan penghinaan yang tidak disyariatkan sekalipun ada alasan dan situasi yang mendukungnya.

Kritik adalah koreksi atas kesalahan sehingga terhindar darinya untuk kali kedua, adapun menghina adalah sikap merendahkan dan meremehkan pribadi pelaku kesalahan tanpa memandang kerja keras dan usaha yang dilakukan.
Apabila jelas perbedaan ini dalam pandangan kita, maka, sekalipun masih ada sebagian kita yang belum memahaminya, maka kita akan tahu hikmah Rasulullah saw melarang sifat buruk ini apapun dengan cara dan alasan apapun. Sikap menghina apapun bentuknya adalah sifat destruktif yang tidak membawa angin baik sama sekali, baik kepada pribadi yang dihina dan masyarakat di mana ia hidup, bahkan yang terjadi adalah sebaliknya, ia membawa bibit kebencian, pertentangan dan perpecahan. Kalau seandainya orang yang menghina itu mengharap kebaikan orang yang dihina atau masyarakatnya, maka hendaknya ia sentuh kesalahan itu bukan pribadi yang bersalah, jika ia lakukan itu maka ia akan mendapatkan buah kebaikan dari kesalahan yang terjadi dan semuanya menjadi lebih mudah dan ringan untuk diterima.
Kebanyakan orang yang suka menghina saudaranya adalah orang-orang yang suka mencari kesalahan dan kekurangannya dibanding meneliti kebaikan dan keutamaannya. Orang yang sepanjang hidupnya memilki prilaku seperti ini, selamanya tidak akan pernah memiliki rasa tertarik kepada siapapun, dan selamanya tidak akan mampu melakukan perbaikan apapun. Sunnatullah yang berlaku pada manusia, kecuali para Nabi dan Rasul, diri mereka terbangun di atas gabungan dua hal, kekurangan dan kesempurnaan. Setiap orang berbeda dan bertingkat antara satu dengan yang lain, namun kepaduan dua ha ini akan selalu menyatu dan bercokl dalam tabiat kemanusiaan mereka, dan mencari-cari kesalahan dan aib orang lain adalah termasuk termasuk aib dan kekurangan manusia yang paling berbahaya.
Orang yang tidak mampu mengendalikan sikap mencari-cari aneka kekurangan orang lain, pada akhirnya tidak mampu untuk menghindarkan dirinya jatuh dalam sikap menghina dan meremehkannya, karena ia tidak akan mampu untuk mengkritik aib orang lain dengan kritik yang korektif dan membangun, karena jika itu terjadi maka manusia yang ada di hadapannya pasti telah menjadi malaikat yang terpelihara, ini adalah hal yang mustahil terjadi, karenanya kritik terhadap aib orang lain itu berubah menjadi penghinaan terhadap pribadi yang dikritik.
Obat penawar bagi orang yang suka menghina adalah dengan kembali melihat dirinya dengan teliti sebagaimana ia melihat orang yang ada di luar dirinya, maka jika ia orang yang berakal dan sadar, ia pasti akan mendapati kekurangan yang mana ia menghina orang lain berdasar kekurangan tersebut, kemudian ia berusaha untuk selalu memperbaiki kekurangan itu, seandainya ia tidak memilki kemampuan untuk menghilangkan dan membersihkan aib dan kekurangan itu, maka hendaklah ia tahu bahwa itu adalah Sunnatullah di alam semesta ini, manusia tidak pernah lepas dari kekurangan dan itu adalah tabiatnya, sehingga dengan kesadaran ini ia akan bersikap rendah hati terhadap yang lain, ia berusaha untuk menutup mata ketika melihat kekurangan itu ada menggantung dalam diri seseorang.
Namun bukan berarti syariat Islam membiarkan kita diam dan rela terhadap penyimpangan sebagian kita, justru syariat ini mengajak kita dengan dua potensi positif dan negatif itu agar saling bekerjasama dalam memperbaiki segala hal dan saling menyokong agar sampai kepada derajat kesempurnaan semaksimal mungkin. Sangat berbeda antara kritik membangun yang didasarkan pada unsur saling kerjasama dan nasehat-menasehati, dengan sikap menghina yang berdiri di atas sikap takjub kepada diri sendiri dan iri.
Rasulullah saw mengingatkan kita : “Agama adalah nasihat.”
Dan dalam sabda yang lain : “Adalah sebuah keburukan yang nyata, apabila seorang muslim menghina saudaranya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra)

No comments for "Menghina saudara bukanlah akhlak seorang muslim"!

Artikel Populer

Akuntansi, Pajak, Accurate, Tarbiyah dan Dakwah

FB _Q

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog