Modul SMK, Akuntansi, Keislaman, Tarbiyah, Motivasi dan Inspirasi

a.   Jangan banyak berbicara
Tidak ada yang lebih baik dan terpuji daripada diam ketika telah terjadi begitu banyak kesalahan ketika berbicara, Nabi Muhammad SAW berkata : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka sebaiknya dia berkata yang baik-baik atau diam”([1]). Dan beliau juga berkata : “Sesungguhnya seorang hamba ketika berbicara dengan ridlo Allah dan tidak menyertakan hatinya dalam omongan itu maka Allah akan mengangkat derajatnya”([2]). Abu Darda’ berwasiat kepada para perempuan : “Dengarkanlah dengan seksama dan gunakan kedua telingamu daripada mulutmu, karena sesungguhnya Allah menjadikan 2 telinga dan 1 mulut, agar engkau lebih banyak mendengar dari pada berbicara”. Fudloil bin Iyyadl berkata : “Seorang mukmin adalah mereka yang sedikit berbicara dan banyak berbuat, sedangkan orang munafiq adalah mereka yang banyak berbicara dan sedikit berbuat”.

b.   Jangan melihat cacat orang lain
Berusahalah untuk menyibukkan dirimu dengan memperbaiki cacatmu, sebagai ganti meneliti cacat orang lain, Zainal Abidin menjadikan pengetahuan seorang muslim terhadap cacat dirinya sebagai anugerah Allah, dan demi Allah sesungguhnya seperti itulah seharusnya seorang muslim, kemudian Zainul Abidin berkata : “Saya tidak mengira bahwa mereka yang meneliti cacat orang tak lain adalah mereka yang lupa terhadap kesalahan diri sendiri”.


As-Sirry-as-Shiqty menakut-nakuti penyakit menular (meneliti cacat orang lain) kemudian dia berkata : “Saya tidak pernah melihat sesuatu yang menjadikan amal baik manusia turun drastis, merusak hati yang bersih, sesuatu yang cepat sekali membawa kehancuran bagi seorang hamba, dan sesuatu yang menjadikan seorang hamba selalu dalam kesusahan, melebihi minimnya pengetahuan seorang hamba terhadap dirinya sendiri dan bagaimana dia melihat cacat orang lain”.

c.    Tinggalkan omongan yang tidak perlu
Ibnu Rowahah Ra. memegang tangan Abi Darda’ Ra. seraya berkata : “Marilah kita beriman sejenak, kemudian keduanya berbicara tentang keimanan, bercerita tentang jalan menuju pintu taubat dan bercakap-cakap tentang sesuatu yang bisa memperbaiki jiwa atau yang bisa memperbaiki hubungan antara manusia”.

Begitu juga Maimun suatu ketika pergi menuju pemimpin para Tabi’in Hasan al-Bashry, mengetuk pintu rumahnya dan berkata kepada Hasan al-Bashry : “Wahai Abu Sa’id sungguh hatiku telah di rundung keresahan, lemaskanlah hatiku dengan petuahmu”, oleh karenanya ketika engkau (para gadis) tidak menemukan teman solihah yang bisa di ajak untuk berbicara, maka sebaiknya pergilah menyendiri dan duduklah (berdzikir) bersama Allah, maka engkau akan merasakan manisnya munajat kepada Allah.

Para Sohabat dan Tabi’in memberikan batasan aplikatif untuk membersihkan jiwa yang sesuai dengan keimanan seseorang kepada Allah :
1.    Duduklah bersama kami, dan kita beriman sejenak
2.    Berjalanlah bersama kami maka akan bertambah iman kita
3.    Duduklah dengan kami sehingga engkau mengenal orang yang tidak kamu kenal
4.    Hatiku di rundung keresahan maka lemaskanlah hatiku (dengan petuahmu)
5.    Marilah kita bermunajat kepada Allah
Kesemuanya ini adalah isyarat aplikatif yang harus kalian lakukan untuk bisa berjalan di atas jalan yang di ridloi Allah.

d.   Jadilah gadis yang jujur
Kebohongan dan iman tidak bisa bersatu di dalam hati seorang mukmin, dan ketika seorang perempuan terjatuh ke dalam jurang kebohongan hal ini di sebabkan beberapa faktor, sebagian faktor itu adalah terlalu berlebihan ketika berbicara, saling membanggakan diri dan keinginan mereka untuk tampil spesial di antara orang di sekitarnya. Sebagian perempuan terlalu berlebihan ketika berbicara, sebenarnya hal ini tidak bermasalah selama masih berada dalam batasan normal, karena hal ini tergolong sebagai kealpaan dalam berbicara, seumpama seperti ketika engkau berbicara : “Saya menelponmu sebanyak 20 kali dan engkau tidak mengangkatnya”, padahal sesungguhnya engaku hanya menelpon sebanyak 5 kali, atau ketika engkau berkata : “Sungguh aku melarang anakku untuk tidak bermain api sebanyak 60 kali dan dia tidak mau berhenti”, padahal engaku hanya melarangnya sebanyak 3 kali.

Kesemuanya ini adalah terlalu berlebihan ketika berbicara, yang pada umumnya di maklumi oleh orang di sekitar kita, dan juga merupakan hal yang lumrah di ucapkan oleh sebagian orang, dan merekapun tidak menganggap hal ini sebagai sesuatu yang serius, walaupun sebenarnya jika tidak melakukan hal ini tidak di ragukan lagi adalah hal yang lebih baik. Sesungguhnya seorang muslim yang solih dan sensitif akan menjauhinya walaupun merupakan sebuah hal yang di maklumi oleh orang di sekitarnya.

Di ceritakan bahwa sesungguhnya salah satu orang solih yang zuhud (mengasingkan dirinya dari dunia fana) pada suatu hari di jenguk oleh bibinya, kemudian bibi tersebut berkata kepadanya : “Bagaimana kabarmu wahai anak-ku?”, kemudian keponakan itu menjawab pertanyaan bibinya : “Apakah engkau yang melahirkan diriku?”, kemudian bibinya menjawab : “Tidak”, kemudian keponakan itu berkata : “Apakah engkau memberikan air susumu kepadaku?”, kemudian bibinya menjawab : “Tidak”, kemudian keponakan itu berkata : “Sebaiknya engkau berkata wahai keponakanku, dan janganlah berbohong (dengan mengucapkan wahai anakku)”. Perhatikanlah kepekaan orang ini melawan kebohongan, atau bahkan melawan berlebihan ketika berbicara yang pada umunya di maklumi oleh kebanyakan orang, bagaimana kepekaannya tersebut menolak untuk berbohong walaupun hal ini di maklumi oleh kebanyakan orang.

Adapun membanggakan diri adalah juga merupakan penyakit yang menghinggapi kebanyakan perempuan, bahkan sebagian mereka yang berpegang terhadap agamanya-pun juga terkena penyakit ini. Hal ini adalah seperti ketika ada perempuan memiliki anak gadis yang berada pada umur nikah, kemudian dia terlalu memuji anaknya tersebut, akan tetapi kadang juga hal ini (membanggakan diri) tercela dan tidak bisa di terima oleh akal, seorang perempuan mengira bahwa anak perempuannya bisa menghafal 1 juz Qur’an dalam tempo 1 jam, dan selalu mengulanginya dalam setiap kesempatan, dan perempuan ini tidak sadar bahwa sesungguhnya anak perempuannya telah menghafal Qur’an sebanyak 30 juz dalam tempo satu setengah hari (jika 1 jam bisa menghafal 1 juz maka butuh 30 jam/1 dan setengah hari untuk menghafal 30 juz), dan inilah membanggakan diri yang tercela dan tidak bisa di terima oleh akal manusia.

Sedangkan keinginan untuk menjadi spesial adalah merupakan faktor pendorong kuat bagi sebagian orang hingga menjadikan mereka berbohong dan terus berbohong selama mereka merasakan adanya kekurangan dalam dirinya. Oleh karenanya (sebagai contohnya) ketika engkau bercerita tentang anak laki-lakimu di hadapan sebagian perempuan bahwa anak laki-lakimu mendapatkan rangking satu di sekolahnya, maka perempuan ini akan merasa tertekan dan kemudian dia akan mulai menyebutkan para juara di keluarganya, tetapi ketika di dalam anggota keluarganya tidak ada satupun yang menjadi juara, maka rasa kekurangan dalam dirinya akan mendorongnya untuk berbohong dan membuat-buat cerita bohong.

Hal ini banyak sekali di temukan pada kalangan wanita ketika mereka berbicara tentang bidang-bidang yang berhubungan dengan ketrampilan, seperti memasak, menyulam, menata rumah dan sebagainya.

Berhati-hatilah wahai saudara perempuan-ku terhadap perkara-perkara ini, dan jangan kau biarkan semua perkara ini menarikmu menuju jurang kebohongan tanpa engkau sadari, perhatikanlah saudaramu (temanmu) secara wajar (tidak berlebihan), karena berlaku sopan kepada orang lain di perintahkan oleh Islam dan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang luhur, berikanlah mereka pertolongan ketika mereka membutuhkan, jangan ragu untuk memuji mereka jika memang terdapat sifat terpuji pada diri mereka, akan tetapi seyogyanya pujian itu tidak di ucapkan di depan mereka.

Banyak sekali yang merasa bahagia ketika mendengar kabar bahwa dia di puji oleh orang lain, berusahalah untuk selalu memuji sifat-sifat terpuji yang engkau lihat pada diri orang lain, jauhilah pujian terhadap mereka yang tidak mempunyai sifat terpuji pada dirinya, karena pada satu sisi hal ini adalah kebohongan dan pada sisi yang lain manjadikan dirimu bersifat seperti sifat orang munafiq dan membuat-buat sesuatu yang tidak ada pada diri seseorang.

e.   Ikhlaskan pekerjaanmu kepada Allah
Seorang pengembala kambing bertanya kepada Umar bin Abdul Azis : “Kenapa serigala menjaga kambing wahai pemimpin umat Islam?”, kemudian Umar bin Abdul Azis menjawab : “Karena sesungguhnya aku mengikhlaskan hubungan antara diriku dan Allah, maka serigala itu mengikhlaskan hubungannya dengan kambing dan menjaganya”.

Mohonlah ampunan kepada Allah dari riya’ yang tidak engkau sadari keluar dari dirimu, sungguh Allah mengetahuinya atau berdoalah seperti doa Abu Bakar RA ketika di puji oleh orang lain :  
" اللهم إِنِّي أَسْتَغْفِرُكَ مِمَّا عَلِمْتُ وَمِمَّا لاَ أَعْلَمُ، اللهم إِنَّكَ أَعْلَمُ بِنَفْسِي مِنيِّ فَاغْفِرْ لِي ماَ لاَ يَعْلَمُونَ وَاجْعَلْنِي خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّونَ "
Seorang solih berkata : “Cukup bagiku menjadi orang merugi ketika aku ceroboh di dalam agamaku, dan para orang di sekitarku mengira bahwa aku adalah ahli beribadah”. Dan Allah memberikan rahmat kepada orang yang berkata : “Sesungguhnya beberapa kaum terbujuk ketika Allah menutupi dosa mereka (mereka tidak berhenti setelah mengetahui jika Allah menutupi dosanya), mereka mendapatkan fitnah karena pujian yang di tujukan kepada mereka, janganlah ketidaktahuan orang lain lain terhadapmu membutakan dirimu untuk mengetahui siapakah dirimu sebenarnya”. Allah SWT berfirman : “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri [maksudnya ayat ini ialah, bahwa anggota-anggota badan manusia menjadi saksi terhadap pekerjaan yang Telah mereka lakukan seperti tersebut dalam surat Nur ayat 24], 15. Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”([3]). Kesalahan terbesar adalah ketika engkau atur pola hidupmu sesuai dengan keinginan orang yang berada di sekitarmu dan engkau tinggalkan kekacauan mengusik hatimu.

Ingatlah bahwa seorang muslim yang benar-benar muslim adalah ibarat bumi yang hijau dan subur, di atasnya tumbuh tanaman dan buahnya di nikmati oleh manusia, di antara mereka ada yang bersyukur dan mengkufuri nikmat tersebut, walaupun demikian bumi tetap diam dan rela mesti orang yang menuai buahnya mengkufuri nikmat itu. Dan sesungguhnya seorang muslim yang baik dan benar islamnya adalah ibarat landasan besi (yang di buat landasan oleh pandai besi), sepotong besi keras yang selalu di pukuli oleh palu pandai besi berulang kali, pukulan yang keras dan menyakitkan, akan tetapi landasan besi itu dengan sabarnya menerima semua perlakuan itu, dan tujuannya adalah agar para manusia bisa mendapatkan kebaikan dan manfaat dari hasil pandai besi tersebut.

Apakah satu ketika engkau pernah masuk ke dalam musholla dan melihat saudari muslim-mu, ada yang sedang membaca Qur’an, ada yang melakukan sholat dluha dan ada yang membaca buku-buku agama, bandingkanlah kondisi ini dengan kondisi sebagai berikut, sosok perempuan yang mengelilingi hidangan daging manusia dengan menggunjing dan menggosip, atau dengan pembicaraan yang tidak berfaidah, atau seperti seorang perempuan yang membelalakkan matanya di depan televisi dan melihat film murah atau tanyangan yang tidak bermutu dan minim nilai keimanan, atau seperti seorang perempuan yang menghabiskan waktunya di telepon atau internet berbicara kepada laki-laki yang mencandai impian perempuan itu, merayunya dengan kata-kata manis dan janji bohong, sedangkan laki-laki itu hanya ingin mempermainkan kehormatan dan kesucian gadis itu.

Demi Allah cobalah engkau tanya dirimu sendiri : “Di antara keduanya, manakah yang lebih membahagiakan hidupmu dan lebih menenangkan hatimu?!”

f.     Tepatilah janjimu
Tidak menepati janji adalah suatu hal yang sangat berbahaya, dan terkadang hal ini di karenakan 3 faktor : 1. Iman yang lemah, 2. Egoisme diri, 3. Merendahkan orang lain. Adapun iman yang lemah adalah karena sesungguhnya mengingkari janji di kategorikan sebagai kemunafikan, dan Rasulullah SAW berkata : “Tanda-tanda orang munafik ada 3 tanda : ketika berbicara berbohong, ketika berjanji mengingkari dan ketika di percaya mengkhianati”([4]), dan Imam Muslim dalam riwayat yang lain menyebutkan : “……walaupun dia berpuasa, menunaikan sholat dan mengira jika dia adalah seorang muslim”. Allah SWT murka dengan hal ini dan berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?, 3. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”([5]).

Terkadang faktor yang menjadikan seseorang mengingkari janji adalah karena janji tersebut bertabrakan dengan kepentingannya sendiri, oleh karenanya mereka mendahulukan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan orang lain, walaupun kepentingan pribadi itu adalah hal yang bersifat remeh, seperti ketika ada seorang perempuan terlambat datang kepada janji yang telah di sepakati, dan keterlambatan ini adalah karena dia melihat tayangan acara televisi dan takut untuk tertinggal acara tersebut.

Sebagian dari mereka malah lebih parah lagi, yaitu dengan meremahkan waktu orang lain, mereka tidak menghormati waktu, jerih payah atau kelelahan yang telah di cucurkan oleh orang lain, hal ini di haramkan oleh Islam, karena di haramkan bagi seorang muslim untuk menyakiti muslim yang lain atau merendahkannya, Rasul SAW berkata : “Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, oleh karenanya dia tidak boleh menganiaya-nya, merendahkannya dan menipunya, taqwa berada di sini –sambil beliau menunjuk dadanya sebanyak 3 kali-, cukuplah seorang di katakan tercela ketika dia menghina saudaranya yang muslim, semua muslim di haramkan atas muslim yang lain : darahnya (nyawanya), hartanya dan kehormatannya”([6]).

Berhati-hatilah wahai saudara perempuanku untuk mengingkari janjimu, atau tidak tepat datang di janji yang telah engkau tentukan, tepatilah janjimu walaupun harus engkau bayar dengan kepayahan dan pengorbanan.

g.   Bersikaplah rendah diri
Rendah diri adalah akhlak para nabi dan sifat orang soleh, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya faktor yang paling bisa mendekatkan dirimu kepada orang lain adalah rendah hati terhadap mereka dan tidak menjadikan mereka merasa bahwa dirimu sombong atau merasa engkau berada di atas mereka, takabbur (sombong) kecil mempunyai bentuk bermacam-macam, seperti ketika seorang pimpinan memperlakukan bawahannya dengan mengatasnamakan kepentingan bersama, dan keharusan seorang pemimpin mempunyai wibawa hingga tidak ada yang berani terhadapnya, dan terkadang tidak menunjukkan sikap hormat kepada orang lain ketika mereka bersedih atau bahagia dengan mengatasnamakan (tidak ingin turut campur) terhadap urusan orang lain.

Jangan merasa besar kepala ketika saudara perempuanmu memberikan nasehat kepada-mu, bayangkanlah ketika Allah kelak menanyakan kepadamu : “Kenapa engkau tidak meng-iyakan perintahku ketika engkau mendengarnya melalui mulut si….?”, apakah engkau akan menjawab pertanyaan ini dengan berkata : “Saya lebih baik darinya, dia bukan termasuk tipe saya, dari sisi materi dan pengetahuan?, atau engkau akan berkata kepada Allah : “Siapakah dia, sampai dia berhak untuk memberikan nasehat kepadaku?, derajatnya tidak sama denganku?, dan ilmunya pun juga tidak sama dengan ilmu yang aku miliki?”.

Sebaiknya kita bertaqwa kepada Allah dan melihat apa yang di ucapkan daripada siapa yang mengucapkan, maka kita tidak menolak nasehat selama nasehat itu datangnya dari Allah dan dari Rasulullah SAW.

h.   Terimalah nasehat orang lain
Hasan al-Bashry terus menerus mendorong seseorang agar menerima nasehat, sampai-sampai beliau menjadikan nasehat sebagai 1/3 hidup manusia, beliau berkata : “Kehidupan tidak meninggalkan kecuali 3 perkara, 1. Seorang teman yang memberikan kebaikan kepadamu, ketika engkau melenceng maka dia meluruskanmu, 2. Kecukupan rejeki, 3. Sholat berjamaah yang tidak di lupakan dan mendapatkan pahalanya”. Imam Syafi’i berkata : “Aku tidak pernah memberikan nasehat kepada seseorang kemudian mereka menerimanya kecuali aku yakin rasa cintanya kepadaku, dan tidak ada orang yang menolak nasehatku kecuali orang tersebut jatuh dari mataku (tidak terpuji di hadapanku) dan aku menolaknya”.

Bersahabatlah dengan teman yang bisa menjagamu, Umar bin Abdul Azis berkata kepada hamba sahaya-nya yang bernama Muzahim : “Sesungguhnya para penguasa menempatkan mata-mata untuk mengawasi rakyatnya, dan aku menjadikan engkau mata-mata atas diriku, maka ketika engkau mendengar dariku kalimat yang menjadikan pertimbangan bagimu atau pekerjaan yang tidak engkau sukai dariku maka nasehatilah aku saat itu, dan cegahlah aku untuk melakukannya”

Terimalah nasehat dari sahabat perempuan yang engkau pilih karena Allah, jangan merasa marah atau merasa terpojok saat dia berterus terang tentang kenyataan dalam dirimu, inilah Maimun bin Mahran menawarkan dirinya kepada para sahabatnya dan berkata kepada mereka : “Ucapkanlah sesuatu yang aku benci di hadapanku, karena seorang laki-laki belum di katakan memberikan nasehat selama dia tidak menyebutkan keburukan saudaranya di depannya”

i.     Berjalanlah dengan rasa malu
Bukankah lebih pantas jika seorang perempuan mempunyai rasa malu?!, karena sifat ini akan menghindarkannya dari kata-kata kotor, perbuatan tercela dan gaya berjalan yang congkak. Bukankah perempuan yang bersifat pemalu lebih layak untuk di hormati daripada seorang perempuan yang menebar senyum penuh birahi, suara yang di buat-buat, pakaian yang tidak sopan dan berjalan dengan aurat terbuka.

Bukankah Rasulullah SAW berkata : “Tidak ada kejelekan dalam suatu perkara kecuali menjadikannya tercela, dan tidak ada rasa malu dalam suatu hal kecuali menjadi penghiasnya”([7]), akan tetapi tidak seyogyanya rasa malu ini di pahami dan di gambarkan dengan seorang perempuan yang terhina dan lemah, atau lugu dan bodoh.

Simaklah cerita Nabi Musa beserta kedua putri Syuaib : “Musa berkata : "Apakah maksudmu (dengan berbuatat begitu)?"([8]), dan Nabi Musa tidak menambahi pertanyaannya dan hanya mencukupkan pembicaraannya dengan pertanyaan ini, tidak menanyakan nama kedua perempuan ini, tidak menanyakan nama ayahnya, dan tidak menanyakan apakah keduanya sudah menikah atau belum, seperti perilaku yang sering di jumpai pada masa sekarang!!.

Kemudian simaklah bagaimana jawaban kedua anak perempuan Syu’aib sesuai dengan pertanyaan Nabi Musa yang singkat, dan jawaban ini di redaksikan dalam sebuah kalimat yang singkat dan tidak mengundang pertanyaan kedua : "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya"([9]). Dengan jawaban ini maka kedua anak perempuan Syu’aib ini menutup kemungkinan terjadinya pembicaraan lebih lanjut, salah satu keduanya tidak menanyakan nama Nabi Musa, dari mana dia datang, bagaimana kehidupan sehari-harinya atau sudah menikah atau belum, begitu juga ketika salah satu anak perempuan Syuaib datang seraya berkata : "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami"([10]), al-Qur’an menggambarkan cara anak perempuan Syu’aib sebagai berikut : “Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan penuh rasa malu”([11]), begitulah seharusnya rasa malu dan begitulah seharusnya cara berbicara dan menjawab pertanyaan antara laki-laki dan perempauan, oleh karenanya janganlah meneruskan pertanyaan dengan menanyakan siapakah nama  perempuan itu!, di manakah dia sekolah?, kelas berapakah dia?, apakah saja pelajaran yang di pelajari?, siapakah yang mengajarnya?, terus dan terus sampai keduanya berpisah untuk kemudian mengulangi perbuatan yang sama di hari berikutnya.

j.     Cintailah temanmu yang salehah
Rasulullah SAW berkata : “Dua orang hamba yang saling mencinta karena Allah, dan di antara keduanya yang paling dicintai oleh Allah adalah dia yang paling cinta kepada temannya”([12]), dan alangkah indah perkataan Imam Syafii : “Aku cinta kepada para orang solih, tapi sayang aku bukanlah sebagian dari mereka, akan tetapi aku berharap semoga aku mendapatkan syafa’at berkat mereka, dan aku benci sekali terhadap orang yang berbuat kemaksiatan, walaupun kami adalah sama-sama melakukan kemaksiatan”.

Ingatlah selalu perkataan Rasulullah SAW : “Doa seorang muslim kepada saudaranya kepada Allah saat dia sendirian (bermunajat) adalah doa yang di kabulkan oleh Allah, di atas kepalanya ada seorang malaikat yang menjaganya, setiap dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan maka malaikat itu berkata : Amien, dan engkau juga akan mendapatkan seperti apa yang engkau mohonkan bagi saudaramu”.

Benar sekali, itulah nikmat persaudaraan yang di landasi dengan niat karena Allah semata, nikmat cinta karena Allah, Umar bin Khottob menjadikan persaudaraan karena Allah ini sebagai anugerah Allah yang paling berharga bagi seorang hamba-setelah nikmat Islam- kemudian beliau berkata : “Seorang tidak mendapatkan anugerah paling berharga setelah anugerah Islam melebihi seorang saudara yang solih, ketika kalian melihat rasa cinta dari saudaramu maka berpeganglah kepada rasa cinta itu”. Malik bin Dinar menamakannya (persahabatan karena Allah) sebagai ruh dunia, kemudian berkata : “Tidak tersisa dari ruh dunia kecuali 3 perkara : 1. Bertemu dengan sahabat karena Allah, 2. Sholat tahajjud dengan membaca Qur’an, 3. Rumah yang di penuhi dengan dzikir Allah”.

k.   Maafkanlah kesalahan saudaramu
Kenapa harus ada celaan antara dua orang yang bersaudara?, dan kenapakah harus ada konfrontasi dan saling marah?.

Apakah engkau tidak mendengar perkataan Ibu Samak ketika salah seorang kawannya berkata kepadanya : “Perhitungan antara engkau dan aku besok dan kita saling mencela”, kemudian Ibnu Samak berkata : “Bukan wahai kawan, akan tetapi perhitungan antara kita adalah saling memaafkan satu sama lain”. Bukankah lebih baik jika engkau memaafkan kesalahan teman perempuanmu, memaafkan kecerobohannya dan memberikan nasehat kepadanya sebagai ganti untuk mencelanya.

Bukankah saling memaafkan lebih suci dan lebih menenangkan hati?, bukankah keindahan hidup adalah ketika engkau berkata kepada teman perempuanmu : “Ya Allah maafkanlah dosaku dan dosa saudara perempuanku”, kemudian bersaksilah dengan hatimu bahwa engkau telah memaafkan kesalahan yang telah dia lakukan kepadamu.

Bukankah cemberut karena mencela perbuatan saudara kita adalah ibarat air yang keruh, dan fitnah dengan mudahnya akan melemparkan kailnya di dalamnya?, bukankah sebaiknya kita mengamalkan perkataan Rasulullah SAW : “Tidak ada perbedaan dan rasa benci antara mereka, hati mereka adalah satu”([13]).

l.     Janganlah mengharapkan datangnya cobaan

No comments for "AKHLAQ SEORANG GADIS MUSLIM"!

Artikel Populer

Akuntansi, Pajak, Accurate, Tarbiyah dan Dakwah

FB _Q

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog